Minggu, 11 Desember 2011

Kapang dan Kesehatan

Kapang (mould/filamentous fungi) merupakan mikroorganisme anggota Kingdom Fungi yang membentuk hifa (Carlile & Watkinson 1994). Kapang bukan merupakan kelompok taksonomi yang resmi, sehingga anggota-anggota dari kapang tersebar ke dalam filum Glomeromycota, Ascomycota, dan Basidiomycota (Hibbett et al. 2007). 

Carlile & Watkinson (1994) menyatakan bahwa jumlah spesies fungi yang telah teridentifikasi hingga tahun 1994 mencapai 70.000 spesies, dengan perkiraan penambahan 600 spesies setiap tahun. Dari jumlah tersebut, sekitar 10.000 spesies merupakan kapang. Menurut Moncalvo (1997) dan Kuhn & Ghannoum (2003), sebagian besar spesies fungi terdapat di daerah tropis disebabkan karena kondisi iklim daerah torpis yang hangat dan lembab yang mendukung pertumbuhannya. Habitat kapang sangat beragam, namun pada umumnya kapang dapat tumbuh pada substrat yang mengandung sumber karbon organik (Carlile & Watkinson 1994).

Kapang yang tumbuh dan mengkolonisasi bagian-bagian di dalam ruangan telah banyak diteliti. Kapang tersebut mudah dijumpai pada bagian-bagian ruangan yang lembab, seperti langit-langit bekas bocor, dinding yang dirembesi air, atau pada perabotan lembab yang jarang terkena sinar matahari. Genus kapang yang sering dijumpai tumbuh di dalam ruangan adalah Cladosporium, Penicillium, Alternaria, dan Aspergillus (Mazur et. al. 2006). Penelitian lain yang dilakukan oleh Brasel et al. (2005) menunjukkan bahwa kapang dari genus Stachybotrys juga ditemukan tumbuh di dalam ruangan. 

Kapang melakukan reproduksi dan penyebaran menggunakan spora. Spora kapang terdiri dari dua jenis, yaitu spora seksual dan spora aseksual (Carlile & Watkinson 1994). Menurut Champe et al. (1981) dan Carlile & Watkinson (1994), spora aseksual dihasilkan lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan spora seksual. Spora aseksual memiliki ukuran yang kecil (diameter 1 – 10 μm) dan ringan, sehingga penyebarannya umumnya secara pasif menggunakan aliran udara (Carlile & Watkinson 1994). Apabila spora tersebut terhirup oleh manusia dalam jumlah tertentu akan mengakibatkan gangguan kesehatan (Curtis et al. 2004). 

Gangguan kesehatan yang diakibatkan spora kapang terutama akan menyerang saluran pernapasan. Asma, alergi rinitis, dan sinusitis merupakan gangguan kesehatan yang paling umum dijumpai sebagai hasil kerja sistem imun tubuh yang menyerang spora yang terhirup (Curtis et al. 2004; Mazur et al. 2006). Penyakit lain adalah infeksi kapang pada saluran pernapasan, atau disebut mikosis. Salah satu penyakit mikosis yang umum adalah Aspergillosis, yaitu tumbuhnya kapang dari genus Aspergillus pada saluran pernapasan (Soubani & Chandrasekar 2002). Selain genus Aspergillus, beberapa spesies dari genus Curvularia dan Penicillium juga dapat menginfeksi saluran pernapasan dan menunjukkan gejala mirip seperti Aspergillosis (Mazur et al. 2006).


Sumber :

1. Bartlett, K.H., S.M. Kennedy, M. Brauer, C. van Netten & B. Dill. 2004. Evaluation and a predictive model of airborne fungal concentrations in school classrooms. Ann. occup. Hyg., 48(6): 547 – 554.
2. Brassel, T.L., J.M. Martin, C.G. Carriker, S.C. Wilson & D.C. Straus. 2005. Detection of airborne Stachybotrys chartarum macrocyclic trichothecene mycotoxins in indoor environment. Applied and Enviromental Microbiology, 71(11): 7376 – 7388.
3. Carlile, M.J. & S.C. Watkinson. 1994. The fungi. Academic Press Ltd., London: xiii + 482 hlm.
4. Champe, S.P., M.B. Kurtz, L.N. Yager, N.J. Butnick & D.E. Axelrod. 1981. Spore formation in Aspergillus nidulans: Competence and other developmental processes. Dalam: Turian,G. & H.R. Hohl. (eds). 1981. The fungal spore: Morphogenetics controls. Academic Press, London: 255 – 276.
5. Curtis, L., A. Lieberman, M. Stark, W. Rea & M. Vetter. 2004. Adverse healt effect of indoor molds. Journal of Nutritional & Environment, 14(3): 261 – 274.
6. Dahlan, Z. 1998. Masalah asma di Indonesia dan penanggulangannya. Cermin Dunia Kedokteran, 121: 5 – 9.
7. Gent, J.F., P. Ren, K.Belanger, E.Triche, M.B. Bracken,T.R. Holford,& B.P. Leaderer. 2002. Levels of household mold associated with respiratory symptoms in the first year of life in a cohort at risk for asthma. Environmental Health Perspectives, 110(12): A781 – A786.
8. Hibbet, D.S., et al. 2007. A higher-level phylogenetic classification of the Fungi. Mycological Research, 111: 509 – 547.
9. Kuhn, D.M. & M.A. Ghannoum. 2003. Indoor mold, toxigenic fungi, and Stachybotrys chartarum: Infectious disease perspective. Clinical Microbiology Reviews, 16(1): 144 – 172.
10. Mazur, L.J., J. Kim & the Commitee on Environmental Health. 2006. Spectrum of noninfectious healt effects from molds. Pediatrics, 118: 1909 – 1926.
11. Moncalvo, J-M. 1997. Evaluation of fungi biological diversity in the tropics: Systematics perspective. Dalam: Janardhanan, K.K., C. Rajendran, K. Natarajan & D.L. Hawksworth. (eds). 1997. Tropical mycology. Science Publications Inc., Enfield: 1 – 26.
12. Soubani, A.O. & P.H. Chandrasekar. 2002. The clinical spectrum of pulmonary aspetgillosis. Chest, 121(6): 1988 – 1999. 13. Verhoeff, A.P., et al.1992. Presence of viable mold propagules in air in relation to house damp and outdoor air. Allergy 47: 83 – 91.

Sumber gambar : http://www.air.ky.gov/FAQ/Mold.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar