TUGAS KELOMPOK 1 ETIKA PROFESI
AKUNTANSI
Menjawab Pertanyaan Kelompok 4
1. Memang sebaiknya profesi akuntasi
dimiliki oleh lulusan sarjana akuntansi atau minimal SMK akuntansi, yang
mengerti prinsip dan dasar akuntansi itu sendiri. Selain itu terdapat pula
kualifikasi lain seperti, memiliki kemampuan analisa yang baik, detail, teliti,
bertanggung jawab dan menguasai aplikasi komputer akuntansi. Namun pada
kenyataannya tidak semua akuntan dari lulusan akuntansi dan tidak semua lulusan
akuntansi dapat menjadi akuntan. Ada perusahaan yang menerima seorang akuntan
bukan dari lulusan akuntansi tetapi memiliki sertifikasi kursus akuntansi
maupun paham akan dasar akuntansi. Ada pula lulusan akuntansi yang justru
diterima dibagian lain seperti admin maupun purchasing. Semua tergantung dari
keahlian individu itu sendiri dan kemauan serta semangat untuk belajar ke arah
yang lebih baik.
2. Etika profesi akuntansi dapat
dikatakan sebagai pedoman umum yang mengikat dan mengatur setiap akuntan untuk
bertindak. Dalam melakukan profesinya seorang akuntan harus memiliki sifat
jujur, integritas, bertanggung-jawab, indepedensi serta menjaga dan menghormati
kerahasiaan instansi atau masyarakat yang dilayani. Maka dari itu etika profesi
akuntansi harus dipatuhi untuk menjaga kepercayaan dan kualitas yang diberikan
oleh seorang akuntan.
3. Sebagai seorang akuntan dan juga
lulusan akuntansi sebaiknya memiliki kode etik dalam berprofesi sebagai
akuntan. Sebagai alat ukur professional dalam menjalani pekerjaan dan tanggung
jawab serta meningkatkan wawasan akuntansi dengan menerapkan etika profesi
akuntan. Dimana etika profesi akuntan memiliki 8 prinsip kode etik yang teridri
dari :
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja
sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara
kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi
dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk
memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
Dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit,
pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan
pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam
memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Kepentingan utama profesi
akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan
dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika
yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota
mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang
diberikan publik kepadanya, anggota harus menunjukkan dedikasi untuk mencapai
profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan
publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan
integritas setinggi mungkin.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, bersikap jujur dan berterus
terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas
dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang
jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang
diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil,
tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta
bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota dalam
praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi
manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang
bawahan, melakukan jasa audit internal dan
bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan
pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk
kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi
integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
- ·
Kompetensidan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati,
kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan ketrampilan. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan
pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang
anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal
penugasanprofesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib
melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih
kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing
masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan
memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
Setiap Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang
klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang
diberikannya, anggota bisa saja mengungkapkan kerahasiaan bila ada
hak atau kewajiban professional atau hukum yang mengungkapkannya.
Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar
anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang
baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk
menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh
anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak
ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar
teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan
dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan
dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan
standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of
Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
4. Perkembangan profesi akuntan di
Indonesia menurut Olson dapat dibagi dalam 2 periode yaitu :
a. Periode ke 1 (sebelum tahun 1954)
Pada
periode pertama telah ada jasa pekerjaan akuntan yang bermanfaat bagi
masyarakat bisnis, yang disebabkan oleh hubungan ekonomi yang makin sulit,
meruncingnya persaingan, dan naiknya pajak-pajak para pengusaha sehingga makin
sangat dirasakan kebutuhan akan penerangan serta nasehat para ahli untuk
mencapai perbaikan dalam sistem administrasi perusahaan. Sehingga mereka
menggunakan jasa orang-orang yang ahli dalam bidang akuntansi. Kebutuhan akan
bantuan akuntan yang makin besar menjadi alasan bagi khalayak umum yang tidak
berpengetahuan dan berpengalaman dalam lapangan akuntansi untuk bekerja sebagai
akuntan, dikarenakan pengetahuan yang dimiliki akuntan harus sederajat dengan
syarat yang ditetapkan oleh pemerintah dan juga mereka harus mengikuti
pelajaran pada perguruan tinggi negeri dengan hasil baik. Oleh karena itu,
pemerintah menetapkan peraturan dengan undang-undang untuk melindungi ijazah
akuntan agar pengusaha dan badan yang lain tidak tertipu oleh pemakaian gelar
“akuntan” yang tidak sah.
b. Periode ke 2 (tahun 1954 – 1973)
Setelah
adanya Undang-Undang No. 34 tahun 1954 tentang pemakaian gelar akuntan, auditor
di Indonesia berjalan lamban karena perekonomian Indonesia pada saat itu kurang
menguntungkan. Mengingat terbatasnya tenaga akuntan dan ajun akuntan yang
menjadi auditor pada waktu itu, Direktorat Akuntan Negara meminta bantuan
kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas nama Direktorat Akuntan
Negara.
Perluasan
pasar profesi akuntan publik semakin bertambah yaitu pada saat pemerintah
mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMND) tahun 1967/1968. Profesi akuntan publik mengalami
perkembangan yang berarti sejak awal tahun 70-an dengan adanya perluasan
kredit-kredit perbankan kepada perusahaan. Bank-bank ini mewajibkan nasabah
yang akan menerima kredit dalam jumlah tertentu untuk menyerahkan secara
periodik laporan keuangan yang telah diperiksa akuntan publik. Pada umumnya,
perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia baru memerlukan jasa akuntan publik
jika kreditur mewajibkan mereka menyerahkan laporan keuangan yang telah
diperiksa oleh akuntan publik.
c. Periode ke 3 (tahun 1973 – 1979)
Sutojo
pada Konvensi Nasional Akuntansi I di Surabaya Desember 1989 menyampaikan hasil
penelitiannya mengenai: Pengembangan Pengawasan Profesi Akuntan Publik di
Indonesia, bahwa profesi akuntan publik ditandai dengan satu kemajuan besar
yang dicapai Ikatan Akuntan Indonesia dengan diterbitkannya buku Prinsip
Akuntansi Indonesia (PAI) dan Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA) dalam kongres
Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta tanggal 30 November – 2 Desember 1973.
Dengan adanya prinsip dan norma ini, profesi akuntan publik telah maju
selangkah lagi karena memiliki standar kerja dalam menganalisa laporan keuangan
badan-badan usaha di Indonesia. Pada akhir tahun 1976 Presiden Republik
Indonesia dalam surat keputusannya nomor 52/1976, menetapkan pasar modal yang
pertama kali sejak memasuki masa Orde Baru. Dengan adanya pasar modal di
Indonesia, kebutuhan akan profesi akuntan publik meningkat pesat. University
menyatakan bahwa profesi akuntan publik dibutuhkan untuk mengaudit dan memberikan
pendapat tanpa catatan (unqualified opinion) pada laporan keuangan yang go
public atau memperdagangkan sahamnya di pasar modal.
Pada
tanggal 1 Mei 1978 dibentuk Seksi Akuntan Publik (IAI-SAP) yang bernaung di
bawah IAI. Sampai sekarang seksi yang ada di IAI, selain seksi akuntan publik,
adalah seksi akuntan manajemen dan seksi akuntan pendidik. Keputusan Menteri
Keuangan No. 108/1979 tanggal 27 Maret 1979 yang menggariskan bahwa laporan
keuangan harus didasarkan pada pemeriksaan akuntan publik dan mengikuti PAI.
Maksud instruksi dan surat keputusan tersebut adalah untuk merangsang wajib
pajak menggunakan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik,
dengan memberikan keringanan pembayaran pajak perseroan dan memperoleh
pelayanan yang lebih baik di bidang perpajakan. Keputusan ini dikenal dengan
nama 27 Maret 1979. Ini merupakan keputusan yang penting dalam sejarah
perkembangan profesi akuntan publik dan sekaligus sebagai batu ujian bagi
akuntan publik dan masyarakat pemakainya.
d. Periode ke 4 (tahun 1979 – 1983)
Pada
periode profesi akuntan publik dalam keadaan suram, pelaksanaan paket 27 Maret.
Tiga tahun setelah kemudahan diberikan pemerintah masih ada akuntan publik
tidak memanfaatkan maksud baik pemerintah tersebut. Beberapa akuntan publik
melakukan malpraktik yang sangat merugikan penerimaan pajak yaitu dengan cara
bekerjasama dengan pihak manajemen perusahaan melakukan penggelapan pajak.
e. Periode ke 5 (tahun 1983 – 1989)
Periode
ini yang berisi upaya konsolidasi profesi akuntan termasuk akuntan publik. PAI
1973 disempurnakan dalam tahun 1985, disusul dengan penyempurnaan NPA pada
tahun 1985, dan penyempurnaan kode etik dalam kongres ke V tahun 1986.
Setelah
melewati masa-masa suram, pemerintah perlu memberikan perlindungan terhadap
masyarakat pemakai jasa akuntan publik dan untuk mendukung pertumbuhan profesi
tersebut.
Pada
tahun 1986 pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 763/KMK.001/1986
tentang Akuntan Publik. Keputusan ini mengatur bidang pekerjaan akuntan publik,
prosedur dan persyaratan untuk memperoleh izin praktik akuntan publik dan
pendirian kantor akuntan publik beserta sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan
kepada akuntan publik yang melanggar persyaratan praktik akuntan publik.
Dengan
keputusan Menteri Keuangan tersebut dibuktikan pula sekali lagi komitmen
pemerintah yang konsisten kepada pengembangan profesi akuntan publik yaitu
dengan mendengar pendapat Ikatan profesi pada kongres ke VI IAI antara lain
mengenai: pengalaman kerja yang perlu dimiliki sebelum praktik; keharusan
akuntan publik fultimer (kecuali mengajar); izin berlaku tanpa batas waktu;
kewajiban pelaporan berkala (tahunan) mengenai kegiatan praktik kepada pemberi
izin; pembukaan cabang harus memenuhi syarat tertentu; izin diberikan kepada
individu bukan kepada kantor; pencabutan izin perlu mendengar pendapat dewan
kehormatan IAI; pemohon harus anggota IAI; pengawasan yang lebih ketat kepada
akuntan asing. Pada tahun 1988 diterbitkan petunjuk pelaksaan keputusan Menteri
Keuangan melalui Keputusan Direktur Jenderal Moneter No. Kep.2894/M/1988
tanggal 21 Maret 1988. Suatu hal yang mendasar dari keputusan tersebut adalah
pembinaan para akuntan publik yang bertujuan:
- Memantau laporan berkala
kegiatan tahunan KAP
- Mengusahakan agar staf KAP
asing yang diperbantukan di Indonesia untuk memberi penataran bagi KAP
lainnya melalui IAI atau IAI-Seksi Akuntan Publik dan membantu
pelaksanaannya
- Melaksanakan penataran bersama
IAI atau IAI-seksi akuntan publik mengenai hal-hal yang dianggap perlu
diketahui publik (KAP), termasuk mengenai manajemen KAP.
- Memberikan masukan kepada IAI
atau seksi akuntan publik mengenai liputan yang dikehendaki
Departemen Keuangan dalam program pendidikan
- Membantu perkembangan profesi
akuntan publik di Indonesia
- Periode ke 6 (tahun 1990 –
sekarang)
Pada
periode ini profesi akuntan publik terus berkembang seiring dengan
berkembangnya dunia usaha dan pasar modal di Indonesia. Walaupun demikian,
masih banyak kritikan-kritikan yang dilontarkan oleh para usahawan dan
akademisi. Namun, keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah
sebagai sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari
pemerintah, perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan
ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa
akuntan publik. Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya
profesi adalah:
- Tumbuhnya pasar modal
- Pesatnya pertumbuhan
lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non- bank.
- Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen
Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan publik dalam pelaksanaan
peraturan perpajakan di Indonesia
- Berkembangnya penanaman modal
asing dan globalisasi kegiatan perekonomian
Pada
awal 1992 profesi akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh pemerintah
(Dirjen Pajak) untuk melakukan verifikasi pembayaran PPN dan PPn BM yang
dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha
tersebut, Olson pada tahun 1979 di dalam Journal Accountanty mengemukakan empat
perkembangan yang harus diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu:
- Makin banyaknya jenis dan
jumlah informasi yang tersedia bagi masyarakat
- Makin baiknya transportasi dan
komunikasi
- Makin disadarinya kebutuhan
akan kualitas hidup yang lebih baik
- Tumbuhnya perusahaan-perusahaan
multinasional sebagai akibat dari fenomena pertama dan kedua.
Dampak
yang akan timbulkan dari konsekuensi perkembangan akuntansi :
- Kebutuhan dalam upaya
memperluas peranan akuntan, ruang lingkup pekerjaan akuntan publik semakin
luas sehingga tidak hanya meliputi pemeriksaan akuntan dan penyusunan
laporan keuangan.
- Kebutuhan pada tenaga
spesialisasi dalam profesi, makin besarnya tanggung jawab dan ruang
lingkup kegiatan klien, mengharuskan akuntan publik untuk selalu menambah pengetahuan.
- Kebutuhan terhadap standar
teknis yang makin tinggi dan rumit, dengan berkembangnya teknologi
informasi, laporan keuangan akan menjadi makin beragam dan rumit.
5. Contoh Kasus Prinsip Etika Profesi
Akuntansi :
Kredit
Macet Rp 52 Miliar, Akuntan Publik Diduga Terlibat
Selasa,
18 Mei 2010 | 21:37 WIB
JAMBI,
KOMPAS.com – Seorang akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan
Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI
Cabang Jambi pada 2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit macet.
Hal
ini terungkap setelah pihak Kejati Jambi mengungkap kasus dugaan korupsi
tersebut pada kredit macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif
tersebut.
Fitri
Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus
itu, Selasa (18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir
keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari
Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus ini. Hasil pemeriksaan dan
konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada
kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan
pinjaman ke BRI.
Ada
empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut
oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan
ditemukan dugaan korupsinya. “Ada empat kegiatan laporan keuangan milik Raden
Motor yang tidak masuk dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI, sehingga
menjadi temuan dan kejanggalan pihak kejaksaan dalam mengungkap kasus kredit
macet tersebut,” tegas Fitri.
Keterangan
dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan
dikonfrontir keterangannya dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik
dalam kasus tersebut di Kejati Jambi.
Semestinya
data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus lengkap,
namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai
pimpinan Raden Motor ada data yang diduga tidak dibuat semestinya dan tidak
lengkap oleh akuntan publik.
Tersangka
Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati Jambi dapat
menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus dengan adil dan menetapkan siapa
saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga
terungkap kasus korupsinya.
Sementara
itu pihak penyidik Kejaksaan yang memeriksa kasus ini belum mau memberikan
komentar banyak atas temuan keterangan hasil konfrontir tersangka Effendi Syam
dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik tersebut.
Kasus
kredit macet yang menjadi perkara tindak pidana korupsi itu terungkap setelah
kejaksaan mendapatkan laporan adanya penyalahgunaan kredit yang diajukan
tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor. Dalam kasus ini pihak
Kejati Jambi baru menetapkan dua orang tersangka, pertama Zein Muhamad sebagai
pimpinan Raden Motor yang mengajukan pinjaman dan tersangka Effedi Syam dari
BRI yang saat itu menjabat sebagai pejabat penilai pengajuan kredit.
OPINI
:
Dalam
kasus ini, seorang akuntan publik (Biasa Sitepu) sudah melanggar prinsip kode
etik yang ditetapkan oleh KAP ( Kantor Akuntan Publik ). Biasa Sitepu telah
melanggar beberapa prinsip kode etik diantaranya yaitu :
- Prinsip integritas : Akuntan
Publik (Biasa Sitepu) telah bersikap tidak jujur dalam menjalankan
profesinya sebagai akuntan publik, sehingga merugikan pihak lain.
- Prinsip obyektivitas : Akuntan
bersedia untuk melakukan manipulasi laporan keuangan dengan mungkin
menerima imbalan tertentu, artinya akuntan bekerja bukan berdasarkan objek
melainkan berdasarkan subjek yang dapat memberikan keuntungan pribadinya
- Prinsip perilaku profesional :
Akuntan tidak konsisten dalam menjalankan tugasnya sebagai akuntan publik
dan telah melanggar etika profesi.
- Prinsip tanggung jawab : Dalam
melaksanakan tugasnya Akuntan tidak mempertimbangkan moral dan
profesionalismenya sebagai seorang akuntan sehingga melakukan kecurangan
yang menimbulkan ketidakpercayaan terhadap masyarakat.
Kesimpulan
:
Seharusnya
akuntan publik menjalankan profesinya sesuai dengan kode etik yang berlaku,
sehingga tidak perlu terjadi kecurangan yang dapat menjeratnya ke arah hukum
dan menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja yang dimiliki.
KELOMPOK
1 :
- Dwi Arjanto (22212273)
- Heru Widyanto (23212456)
- Josina Christina (23212974)
- Lubna Fairuz (24212249)
- Mega Sri Diana (24212517)
- Mia Zara (28212283)
- Novia Ramadhany (25212401)
- Rosmawati (26212697)
- Sada Arih Tarigan (2B215102)
- Shinta Ayu Pratiwi (28211257)
- Syifa Ragustia P (2b215089)
- Utomo (27212534)