Kamis, 19 November 2015

ETIKA PROFESI AKUNTANSI

Perbandingan Etika Profesi Akuntansi dari sebelum Kemerdekaan sampai Orde Reformasi

Sejarah Perkembangan Profesi Akuntan

Sejarah Perkembangan Profesi Akuntan
A.    Sebelum kemerdekaan
Dalam Sejarah, Indonesia pertama kali mengenal Akuntansi pada masa penjajahan, bukan pada masa kerajaan. Namun yang dipelajari oleh bangsa Indonesia saat itu ialah ilmu tata buku (bookkepper) yang hanya sekedar mencatat administrasi bisnis tanpa memperhatikan keperluan pelaporan, pengawasan  dan analisa. Praktek akuntansi di Indonesia dapat ditelusuri pada era penjajahan Belanda sekitar 17 atau sekitar tahun 1642. Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi di Indonesia dapat di temui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan Amphioen Socitey yang berkedudukan di Jakarta. Pada era ini Belanda mengandalkan sistem pembukuan berpasangan (Double-entry bookkeeping) sebagaimana yang dikembangkan ole h luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda yang merupakan organisasi komersial utama selama masa penjajahan memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia selam era ini.
B.     Orde Lama
Indonesia Merdeka. Namun profesional akuntansi di tanah air saat itu masih sangat minim. Hal itu terjadi karena minimnya perhatian dari pemerintah terhadap Akuntansi mengingat Indonesia saat itu ditimpa segudang masalah politik- ekonomi pasca menyatakan dirinya merdeka. Presiden Ir. Soekarno yang anti-kapitalis membuat pelaku bisnis hengkang dari Indonesia yang juga berdampak ikut hengkangnya para profesional akuntansi asing. Puncak masalahnya adalah saat Indonesia mengalami inflasi 650% menjelang akhir masa pimpinan Presiden Ir. Soekarno yang juga adalah sang proklamator RI.

Sejarah mencatat, setidaknya pada masa orde lama ada beberapa hal penting mengenai perubahan dalam bidang pendidikan akuntansi seperti pemakaian istilah Accounting (Amerika) dan Accountancy (Inggris) menggantikan istilah Bookkeeper (yang diajarkan Belanda) dan juga persyaratan menjadi akuntan yang semula harus menyelesaikan doktorandus ekonomi perusahaan kemudian diharuskan mengambil mata kuliah tambahan seperti auditing, akunting sistem, dan hokum perpajakan.

Kemudian sejarah lahirnya Profesi Akuntan asli Indonesia juga dimulai pada orde lama ini dengan membentuk Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Awalnya, pada 17 Oktober 1957,  Prof R Soemardjo bersama 4 alumnus pertama FEUI yaitu Drs. Basuki Siddharta, Drs Hendra Darmawan, Drs Tan Tong Joe, dan Drs Go Tie Siem memprakarsai dibentuknya suatu organisasi akuntan Indonesia. Akhirnya suatu organisasi tersebut diberi nama Ikatan Akuntan Indonesia yang secara resmi dibentuk pada 23 Desember 1957 beranggotakan 11 akuntan yang ada saat itu, dan kemudian disahkan oleh Menteri Kehakiman RI pada 24 Maret 1959.  Dimana setelah hampir 1 dasawarsa berdirinya IAI, Indonesia memiliki 12 Kantor Akuntan pada awal tahun 1967. Selanjutnya di organisasi akuntan Indonesia inilah Etika Profesi Akuntansi dan Kode Etiknya dibuat bekerja sama dengan pemerintah
Kesempatan bagi akuntan lokal (Indonesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan mundurnya Belanda dari Indonesia. Sampai tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari. Praktik akuntansi model Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda.  Nasionalisasi atas perusahaan yagn dimiliki Belanda dan pindahnya orang-orang Belanda dari Indonesia pada tahun 1958 menyebabkan kelangkaan akuntan dan tenaga ahli.
C.    Orde Baru
Indonesia pada masa dibawah pimpinan presiden Soeharto menganut sistem perekonomian terbuka. Terbitnya Undang-Undang tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan  Penanaman Modal Dalam Negeri  (PMDN) menandai era baru pembangunan ekonomi bangsa Indonesia dimulai. Sebagai konsekuensi dari perekonomian terbuka, Indonesia banyak kedatangan investasi asing/pendanaan yang masuk dari  dunia Internasional. Hal ini tentu saja berdampak pada kebutuhan akan jasa profesional Akuntansi. Dan Indonesia kembali kedatangan banyak Akuntan Asing. Untuk mengatasinya dibuatlah skema joint partnership oleh pemerintah antara profesional akuntansi asing dengan profesional akuntansi Indonesia untuk mendirikan Kantor Akuntan Gabungan. Pada November 1967 berdirilah Joint Partnership pertama di Indonesia dengan nama Kantor Akuntan Arthur Young (Amerika) & Santoso Hartokusumo. Joint Partnership berikutnya pada Mei 1968 dengan nama Kantor Akuntan Velayo (Filipina) & Utomo.
Pada tahun 1970 semua lembaga harus mengadopsi system akuntasi model Amerika. Pada pertengahan tahun 1980an, sekelompok teknokrat muncul dan memiliki kepedulian terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi. Kelompok tersebut berusaha untuk menciptakan ekonomi yang lebih kompetitif dan lebih berorientasi pada pasar dengan dukungan praktik akuntansi yang lebih baik.
D.    Orde reformasi
Dalam periode ini profesi akuntan public terus berkembang seiring dengan berkembangnya dunia usaha dan pasar modal di Indonesia. Walaupun demikian, masoh banyak kritikan-kritikan yang dilontarkan oleh para usahawan dan akademisi. Namun keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintaha sebagai sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari pemerintah, perkembangan profesi akuntan public juga sangat ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan public. Beberapa factor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah : Tumbuhnya pasar modal
1.       Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non-bank.
2.   Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan public dalam rangka pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia.
3.      Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomian.
Pada awal 1992 profesi akuntan public kembali diberi kepercayaan oleh pemerintah (Dirjen Pajak) untuk melakukan verifikasi pembayaran PPN dan PPN BM  yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha tersebut, Olson pada tahun 7979 di dalam Journal Accountanty mengemukakan empat perkembangan yang harus diperhatikan oleh profesi akuntansi yaitu :
1.      Makin banyaknya jenis dan jumlah informasi yang tersedia bagi masyarakat.
2.      Makin banyaknya transportasi komunikasi.
3.      Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas hidup yang lebih baik.
4.      Tumbuhnya perusahaan multinasional sebagai akibat dari fenomena pertama dan kedua.
Konsekuensi perkembangan tersebut akan mempunyai dampak terhadap perkembangan akuntansi dan menimbulkan :
1.   Kebutuhan upaya memperluas peranan akuntan, ruang lingkup pekerjaan akuntan public semakin luas sehingga tidak hanya meliputi pemerikasaan akuntan dan penyusunan laporan keuangan.
2.   Kebutuhan akan tenaga kerja dalam profesi, makin besar tanggungjawab dan ruang lingkup kegiatan klien, mengharuskan akuntan public untuk selalu menambah pengetahuan. Kebutuhan akan standar teknis yang makin tinggi dan rumit, dengan berkembangnya teknologi informasi, laporan keuangan akan menjadi makin beragam dan rumit.
Pendapat yang dikemukakan Olson tersebut cukup sesuai dan relevan dengan fungsi akuntan yang pada dasarnya berhubungan dengan system informasi akuntansi. Dari pemaparan tersebut dikemukakan bahwa profesi akuntan diharapakan dapat mengantisipasi keadaan untuk pengembangan profesi akuntan di masa datang. 

Selasa, 03 November 2015

ETIKA PROFESI AKUNTANSI - JAWABAN KELOMPOK 2


TUGAS KELOMPOK 1 ETIKA PROFESI AKUNTANSI 

Menjawab Pertanyaan Kelompok 2 :
1.   Karena etika profesi akuntansi sendiri diperlakukan agar mencegah prilaku-perilaku penyimpangan para angota maupun kelompok yang tergabung dalam profesi akuntansi yang dapat mencoreng instasi akuntansi. Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan seperangkat moral-moral dan mengatur tentang etika professional (Agnes, 1996). Pihak-pihak yang berkepentingan dalam etika profesi adalah akuntan publik, penyedia informasi akuntansi dan mahasiswa akuntansi (Suhardjo dan Mardiasmo, 2002). Di dalam kode etik terdapat muatan-muatan etika yang pada dasarnya untuk melindungi kepentingan masyarakat yang menggunakan jasa profesi. Terdapat dua sasaran pokok dalam dua kode etik ini yaitu Pertama, kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian baik secara disengaja maupun tidak disengaja oleh kaum profesional. Kedua, kode etik bertujuan melindungi keluruhan profesi tersebut dari perilaku-perilaku buruk orang tertentu yang mengaku dirinya profesional (Keraf, 1998).
Kode etik akuntan merupakan norma dan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dengan para klien, antara auditor dengan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat. Kode etik akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktek sebagai auditor, bekerja di lingkungan usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan. Etika profesional bagi praktek auditor di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (Sihwajoni dan Gudono, 2000).
Kode etik juga mempunyai tujuan sebagai berikut :
  • Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
  • Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
  • Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
  • Untuk meningkatkan mutu profesi.
  • Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
  • Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
  • Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
  • Menentukan baku standar


2.      Kasus Etika Profesi Akuntansi 5 | Kasus Malinda Dee – Citibank
Malinda Dee, 47 tahun, Terdakwa atas kasus pembobolan dana Citybank, terbukti diketahui memindahkan beberapa dana nasabah dengan memalsukan tandatangan nasabah didalam formulir transfer. Kejadian ini terungkap didalam dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam sidang perdana di PN Jakarta Selatan, Selasa [8/11/2011]. “Sebagian tandatangan yang tertera pada blangko formulir transfer adalah tanda-tangan nasabah.” ujar Tatang Sutarma, Jaksa Penuntut Umum.
Malinda berhasil memalsukan tandatangan Rohli bin Pateni. Pemalsuan dilakukan hingga 6 kali pada formulir transfer Citibank nomor AM 93712 yang bernilai 150.000 dollar AS pada tanggal 31 Agustus 2010. Pemalsuan tanda tangan dilakukan juga di formulir nomor AN 106244 yang dikirim ke PT. Eksklusif Jaya Perkasa sebesar Rp. 99 juta. Dalam transaksi transfer ini, Malinda  dee menulis “Pembayaran Bapak Rohli untuk pembayaran interior”, pada kolom pesan.
Pemalsuan tanda tangan yang lain pada formulir nomor AN 86515 tanggal 23 Desember 2010 dengan penerima PT. Abadi Agung Utama. “Penerima Bank Artha Graha senilai Rp. 50 juta dan pada kolom pesan tertulis DP pembelian unit 3 lantei 33 combin unit.” baca jaksa penuntut umum. Juga dengan menggunakan nama serta tanda-tangan palsu Rohli, Malinda Dee mengirim uang sebesar Rp. 250 juta pada formulir AN 86514 kepada PT. Samudera Asia Nasional tanggal 27 December 2010 dan AN 61489 sebesar nilai yang sama pada tanggal 26 January 2011. Pun pemalsuan dalam formulir AN 134280 pengiriman kepada Rocky Deany C. Umbas senilai Rp. 50 juta tanggal 28 January 2011 pembayaran pemasangan CCTV, milik Rohli.
Adapun tanda-tangan palsu beratas nama korban N. Susetyo Sutadji dilakukan sebanyak 5 kali, yaitu dalam formulir Citibank No AJ 79026, AM 122339, AM 122330, AM 122340, dan juga AN 110601. Malinda mengirim uang senilai Rp. 2 miliar kepada PT. Sarwahita Global Management, Rp. 361 juta kepada PT. Yafriro International, Rp. 700 juta kepada Leonard Tambunan. Dan 2 transaksi yang lain sebesar Rp. 500 juta dan Rp 150 juta dikirimkan kepada Vigor AW. Yoshuara secara berurutan.
“Hal ini telah sesuai dengan keterangan saksi Rohli dan N. Susetyo Sutadji dan saksi Surjati T. Budiman serta telah sesuai BAP (Berita Acara Pemeriksaan) Labaratoris Kriminalistis Bareskrim Polri.” jelasnya. Pengiriman uang serta pemalsuan tanda-tangan ini tidak  di sadari oleh ke-2 nasabah tersebut.

3.  Menurut Anggaran Rumah Tangga IAI Tahun 2003 Pasal 12 “Kompartemen adalah bagian organisasi IAI yang dibentuk berdasarkan bidang kerja anggota untuk meningkatkan profesionalisme, menjalankan kegiatan professional dan fungsi ilmiah di dalam suatu bidang kerja”.

4.    a. Setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan professional    dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
b. Memeliharan kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri.
c. Usaha Kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.

5.   Egoisme Etis Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadihedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg bersifat vulgar.
Contoh : R.Budi dan Michael Hartono, misalnya, memiliki kekayaan US$ 11 miliar dan menempati perigkat pertama. Kekayaan ini diperoleh dari antara lain kelapa sawit dan industri rokok (Djarum). Angka kekayaan ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan total kekayaan 40 orangterkaya sebanyak US$ 71 miliar. sesungguhnya sudah bisa melihat karakter egoisme etis pada mereka. Yang mana? Jikalau mereka altruisme, bisa dipastikan tak akan berbisnis rokok. Orang-orang altruisme akan berpikir rokok merupakan komoditas yang “mematikan” banyak orang, maka harus dicegah utnuk memperbanyak alat pembunuh itu. Sebaliknya, egoisme etis mengabaikan rokok yang disepadankan dengan alat pembunuh. Egoisme etis harus meneguhkan hati, “Ini cuma bisnis, jadi harus diabaikan dampak-dampak yang ditimbulkan. Salah sendiri orang lain mau membeli rokok sang pembunuh ini”.
Utilitarianisme Kata utilitarianisme berasal dari bahasa latin yaitu utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja  satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Dalam rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest happiness of the greatest number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar.
Contoh : Industri rokok “menolong” kemajuan olahraga dengan menggelontorkan dan sebanyak-banyaknya, namun berpengharapan para penggila olahraga ini (pemain atau penonton) menjadi perokok aktif maupun pasif. Jelas, menolong yang dilakukan adalah berdasarkan keterpautan kepentingan diri sendiri.

KELOMPOK 1 :
  1. Dwi Arjanto (22212273)
  2. Heru Widyanto (23212456)
  3. Josina Christina (23212974)
  4. Lubna Fairuz (24212249)
  5. Mega Sri Diana (24212517)
  6. Mia Zara (28212283)
  7. Novia Ramadhany (25212401)
  8. Rosmawati (26212697)
  9. Sada Arih Tarigan (2B215102)
  10. Shinta Ayu Pratiwi (28211257)
  11. Syifa Ragustia P (2b215089)
  12. Utomo (27212534)

ETIKA PROFESI AKUNTANSI - JAWABAN KELOMPOK 4



TUGAS KELOMPOK 1 ETIKA PROFESI AKUNTANSI

Menjawab Pertanyaan Kelompok 4

1.    Memang sebaiknya profesi akuntasi dimiliki oleh lulusan sarjana akuntansi atau minimal SMK akuntansi, yang mengerti prinsip dan dasar akuntansi itu sendiri. Selain itu terdapat pula kualifikasi lain seperti, memiliki kemampuan analisa yang baik, detail, teliti, bertanggung jawab dan menguasai aplikasi komputer akuntansi. Namun pada kenyataannya tidak semua akuntan dari lulusan akuntansi dan tidak semua lulusan akuntansi dapat menjadi akuntan. Ada perusahaan yang menerima seorang akuntan bukan dari lulusan akuntansi tetapi memiliki sertifikasi kursus akuntansi maupun paham akan dasar akuntansi. Ada pula lulusan akuntansi yang justru diterima dibagian lain seperti admin maupun purchasing. Semua tergantung dari keahlian individu itu sendiri dan kemauan serta semangat untuk belajar ke arah yang lebih baik.
2.   Etika profesi akuntansi dapat dikatakan sebagai pedoman umum yang mengikat dan mengatur setiap akuntan untuk bertindak. Dalam melakukan profesinya seorang akuntan harus memiliki sifat jujur, integritas, bertanggung-jawab, indepedensi serta menjaga dan menghormati kerahasiaan instansi atau masyarakat yang dilayani. Maka dari itu etika profesi akuntansi harus dipatuhi untuk menjaga kepercayaan dan kualitas yang diberikan oleh seorang akuntan.
3.  Sebagai seorang akuntan dan juga lulusan akuntansi sebaiknya memiliki kode etik dalam berprofesi sebagai akuntan. Sebagai alat ukur professional dalam menjalani pekerjaan dan tanggung jawab serta meningkatkan wawasan akuntansi dengan menerapkan etika profesi akuntan. Dimana etika profesi akuntan memiliki 8 prinsip kode etik yang teridri dari :
  • ·     Tanggung Jawab profesi
     Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara    kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
  • ·         Kepentingan Publik
   Dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus menunjukkan dedikasi untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
  • ·         Integritas
    Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
  • ·         Obyektivitas
    Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal        dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
  • ·         Kompetensidan Kehati-hatian Profesional
     Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal   penugasanprofesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
  • ·        Kerahasiaan
    Setiap Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang    diberikannya, anggota bisa saja mengungkapkan kerahasiaan bila ada hak atau kewajiban    professional atau hukum yang mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut    bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
  • ·         Perilaku Profesional
    Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
  • ·        Standar Teknis
    Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari        penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of     Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan. 

4.      Perkembangan profesi akuntan di Indonesia menurut Olson dapat dibagi dalam 2 periode yaitu :
a.       Periode ke 1 (sebelum tahun 1954)
Pada periode pertama telah ada jasa pekerjaan akuntan yang bermanfaat bagi masyarakat bisnis, yang disebabkan oleh hubungan ekonomi yang makin sulit, meruncingnya persaingan, dan naiknya pajak-pajak para pengusaha sehingga makin sangat dirasakan kebutuhan akan penerangan serta nasehat para ahli untuk mencapai perbaikan dalam sistem administrasi perusahaan. Sehingga mereka menggunakan jasa orang-orang yang ahli dalam bidang akuntansi. Kebutuhan akan bantuan akuntan yang makin besar menjadi alasan bagi khalayak umum yang tidak berpengetahuan dan berpengalaman dalam lapangan akuntansi untuk bekerja sebagai akuntan, dikarenakan pengetahuan yang dimiliki akuntan harus sederajat dengan syarat yang ditetapkan oleh pemerintah dan juga mereka harus mengikuti pelajaran pada perguruan tinggi negeri dengan hasil baik. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan peraturan dengan undang-undang untuk melindungi ijazah akuntan agar pengusaha dan badan yang lain tidak tertipu oleh pemakaian gelar “akuntan” yang tidak sah.
b.      Periode ke 2 (tahun 1954 – 1973)
Setelah adanya Undang-Undang No. 34 tahun 1954 tentang pemakaian gelar akuntan, auditor di Indonesia berjalan lamban karena perekonomian Indonesia pada saat itu kurang menguntungkan. Mengingat terbatasnya tenaga akuntan dan ajun akuntan yang menjadi auditor pada waktu itu, Direktorat Akuntan Negara meminta bantuan kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas nama Direktorat Akuntan Negara.
Perluasan pasar profesi akuntan publik semakin bertambah yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMND) tahun 1967/1968. Profesi akuntan publik mengalami perkembangan yang berarti sejak awal tahun 70-an dengan adanya perluasan kredit-kredit perbankan kepada perusahaan. Bank-bank ini mewajibkan nasabah yang akan menerima kredit dalam jumlah tertentu untuk menyerahkan secara periodik laporan keuangan yang telah diperiksa akuntan publik. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia baru memerlukan jasa akuntan publik jika kreditur mewajibkan mereka menyerahkan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik.
c.       Periode ke 3 (tahun 1973 – 1979)
Sutojo pada Konvensi Nasional Akuntansi I di Surabaya Desember 1989 menyampaikan hasil penelitiannya mengenai: Pengembangan Pengawasan Profesi Akuntan Publik di Indonesia, bahwa profesi akuntan publik ditandai dengan satu kemajuan besar yang dicapai Ikatan Akuntan Indonesia dengan diterbitkannya buku Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) dan Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA) dalam kongres Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta tanggal 30 November – 2 Desember 1973. Dengan adanya prinsip dan norma ini, profesi akuntan publik telah maju selangkah lagi karena memiliki standar kerja dalam menganalisa laporan keuangan badan-badan usaha di Indonesia. Pada akhir tahun 1976 Presiden Republik Indonesia dalam surat keputusannya nomor 52/1976, menetapkan pasar modal yang pertama kali sejak memasuki masa Orde Baru. Dengan adanya pasar modal di Indonesia, kebutuhan akan profesi akuntan publik meningkat pesat. University menyatakan bahwa profesi akuntan publik dibutuhkan untuk mengaudit dan memberikan pendapat tanpa catatan (unqualified opinion) pada laporan keuangan yang go public atau memperdagangkan sahamnya di pasar modal.
Pada tanggal 1 Mei 1978 dibentuk Seksi Akuntan Publik (IAI-SAP) yang bernaung di bawah IAI. Sampai sekarang seksi yang ada di IAI, selain seksi akuntan publik, adalah seksi akuntan manajemen dan seksi akuntan pendidik. Keputusan Menteri Keuangan No. 108/1979 tanggal 27 Maret 1979 yang menggariskan bahwa laporan keuangan harus didasarkan pada pemeriksaan akuntan publik dan mengikuti PAI. Maksud instruksi dan surat keputusan tersebut adalah untuk merangsang wajib pajak menggunakan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik, dengan memberikan keringanan pembayaran pajak perseroan dan memperoleh pelayanan yang lebih baik di bidang perpajakan. Keputusan ini dikenal dengan nama 27 Maret 1979. Ini merupakan keputusan yang penting dalam sejarah perkembangan profesi akuntan publik dan sekaligus sebagai batu ujian bagi akuntan publik dan masyarakat pemakainya.
d.      Periode ke 4 (tahun 1979 – 1983)
Pada periode profesi akuntan publik dalam keadaan suram, pelaksanaan paket 27 Maret. Tiga tahun setelah kemudahan diberikan pemerintah masih ada akuntan publik tidak memanfaatkan maksud baik pemerintah tersebut. Beberapa akuntan publik melakukan malpraktik yang sangat merugikan penerimaan pajak yaitu dengan cara bekerjasama dengan pihak manajemen perusahaan melakukan penggelapan pajak.
e.       Periode ke 5 (tahun 1983 – 1989)
Periode ini yang berisi upaya konsolidasi profesi akuntan termasuk akuntan publik. PAI 1973 disempurnakan dalam tahun 1985, disusul dengan penyempurnaan NPA pada tahun 1985, dan penyempurnaan kode etik dalam kongres ke V tahun 1986.
Setelah melewati masa-masa suram, pemerintah perlu memberikan perlindungan terhadap masyarakat pemakai jasa akuntan publik dan untuk mendukung pertumbuhan profesi tersebut.
Pada tahun 1986 pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 763/KMK.001/1986 tentang Akuntan Publik. Keputusan ini mengatur bidang pekerjaan akuntan publik, prosedur dan persyaratan untuk memperoleh izin praktik akuntan publik dan pendirian kantor akuntan publik beserta sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan kepada akuntan publik yang melanggar persyaratan praktik akuntan publik.
Dengan keputusan Menteri Keuangan tersebut dibuktikan pula sekali lagi komitmen pemerintah yang konsisten kepada pengembangan profesi akuntan publik yaitu dengan mendengar pendapat Ikatan profesi pada kongres ke VI IAI antara lain mengenai: pengalaman kerja yang perlu dimiliki sebelum praktik; keharusan akuntan publik fultimer (kecuali mengajar); izin berlaku tanpa batas waktu; kewajiban pelaporan berkala (tahunan) mengenai kegiatan praktik kepada pemberi izin; pembukaan cabang harus memenuhi syarat tertentu; izin diberikan kepada individu bukan kepada kantor; pencabutan izin perlu mendengar pendapat dewan kehormatan IAI; pemohon harus anggota IAI; pengawasan yang lebih ketat kepada akuntan asing. Pada tahun 1988 diterbitkan petunjuk pelaksaan keputusan Menteri Keuangan melalui Keputusan Direktur Jenderal Moneter No. Kep.2894/M/1988 tanggal 21 Maret 1988. Suatu hal yang mendasar dari keputusan tersebut adalah pembinaan para akuntan publik yang bertujuan:
  • Memantau laporan berkala kegiatan tahunan KAP
  • Mengusahakan agar staf KAP asing yang diperbantukan di Indonesia untuk memberi penataran bagi KAP lainnya melalui IAI atau IAI-Seksi Akuntan Publik dan membantu pelaksanaannya
  • Melaksanakan penataran bersama IAI atau IAI-seksi akuntan publik mengenai hal-hal yang dianggap perlu diketahui publik (KAP), termasuk  mengenai manajemen KAP.
  • Memberikan masukan kepada IAI atau seksi akuntan publik mengenai liputan  yang dikehendaki Departemen Keuangan dalam program pendidikan
  • Membantu perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia
  • Periode ke 6 (tahun 1990 – sekarang)
Pada periode ini profesi akuntan publik terus berkembang seiring dengan berkembangnya dunia usaha dan pasar modal di Indonesia. Walaupun demikian, masih banyak kritikan-kritikan yang dilontarkan oleh para usahawan dan akademisi. Namun, keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari pemerintah, perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik. Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah:
  • Tumbuhnya pasar modal
  • Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non- bank.
  • Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia
  • Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomian
Pada awal 1992 profesi akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh pemerintah (Dirjen Pajak) untuk melakukan verifikasi pembayaran PPN dan PPn BM yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha tersebut, Olson pada tahun 1979 di dalam Journal Accountanty mengemukakan empat perkembangan yang harus diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu:
  • Makin banyaknya jenis dan jumlah informasi yang tersedia bagi masyarakat
  • Makin baiknya transportasi dan komunikasi
  • Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas hidup yang lebih baik
  • Tumbuhnya perusahaan-perusahaan multinasional sebagai akibat dari fenomena pertama dan kedua.
Dampak yang akan timbulkan dari konsekuensi perkembangan akuntansi :
  • Kebutuhan dalam upaya memperluas peranan akuntan, ruang lingkup pekerjaan akuntan publik semakin luas sehingga tidak hanya meliputi pemeriksaan akuntan dan penyusunan laporan keuangan.
  • Kebutuhan pada tenaga spesialisasi dalam profesi, makin besarnya tanggung jawab dan ruang lingkup kegiatan klien, mengharuskan akuntan publik untuk selalu menambah pengetahuan.
  • Kebutuhan terhadap standar teknis yang makin tinggi dan rumit, dengan berkembangnya teknologi informasi, laporan keuangan akan menjadi makin beragam dan rumit.
5.      Contoh Kasus Prinsip Etika Profesi Akuntansi :
Kredit Macet Rp 52 Miliar, Akuntan Publik Diduga Terlibat
Selasa, 18 Mei 2010 | 21:37 WIB
JAMBI, KOMPAS.com – Seorang akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada 2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit macet.
Hal ini terungkap setelah pihak Kejati Jambi mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut pada kredit macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif tersebut.
Fitri Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus itu, Selasa (18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus ini. Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI.
Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. “Ada empat kegiatan laporan keuangan milik Raden Motor yang tidak masuk dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI, sehingga menjadi temuan dan kejanggalan pihak kejaksaan dalam mengungkap kasus kredit macet tersebut,” tegas Fitri.
Keterangan dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus tersebut di Kejati Jambi.
Semestinya data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor ada data yang diduga tidak dibuat semestinya dan tidak lengkap oleh akuntan publik.
Tersangka Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati Jambi dapat menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus dengan adil dan menetapkan siapa saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga terungkap kasus korupsinya.
Sementara itu pihak penyidik Kejaksaan yang memeriksa kasus ini belum mau memberikan komentar banyak atas temuan keterangan hasil konfrontir tersangka Effendi Syam dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik tersebut.
Kasus kredit macet yang menjadi perkara tindak pidana korupsi itu terungkap setelah kejaksaan mendapatkan laporan adanya penyalahgunaan kredit yang diajukan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor. Dalam kasus ini pihak Kejati Jambi baru menetapkan dua orang tersangka, pertama Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor yang mengajukan pinjaman dan tersangka Effedi Syam dari BRI yang saat itu menjabat sebagai pejabat penilai pengajuan kredit.
OPINI :
Dalam kasus ini, seorang akuntan publik (Biasa Sitepu) sudah melanggar prinsip kode etik yang ditetapkan oleh KAP ( Kantor Akuntan Publik ). Biasa Sitepu telah melanggar beberapa prinsip kode etik diantaranya yaitu :
  • Prinsip integritas : Akuntan Publik (Biasa Sitepu) telah bersikap tidak jujur dalam menjalankan profesinya sebagai akuntan publik, sehingga merugikan pihak lain.
  • Prinsip obyektivitas : Akuntan bersedia untuk melakukan manipulasi laporan keuangan dengan mungkin menerima imbalan tertentu, artinya akuntan bekerja bukan berdasarkan objek melainkan berdasarkan subjek yang dapat memberikan keuntungan pribadinya
  • Prinsip perilaku profesional : Akuntan tidak konsisten dalam menjalankan tugasnya sebagai akuntan publik dan telah melanggar etika profesi.
  • Prinsip tanggung jawab : Dalam melaksanakan tugasnya Akuntan tidak mempertimbangkan moral dan profesionalismenya sebagai seorang akuntan sehingga melakukan kecurangan yang menimbulkan ketidakpercayaan terhadap masyarakat.
Kesimpulan :
Seharusnya akuntan publik menjalankan profesinya sesuai dengan kode etik yang berlaku, sehingga tidak perlu terjadi kecurangan yang dapat menjeratnya ke arah hukum dan menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja yang dimiliki.
KELOMPOK 1 :
  1. Dwi Arjanto (22212273)
  2. Heru Widyanto (23212456)
  3. Josina Christina (23212974)
  4. Lubna Fairuz (24212249)
  5. Mega Sri Diana (24212517)
  6. Mia Zara (28212283)
  7. Novia Ramadhany (25212401)
  8. Rosmawati (26212697)
  9. Sada Arih Tarigan (2B215102)
  10. Shinta Ayu Pratiwi (28211257)
  11. Syifa Ragustia P (2b215089)
  12. Utomo (27212534)