Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi
1.1 Pengertian Kewarganegaran
Kewarganegaraan dalam bahasa latin disebutkan “Civis”, selanjutnya dari kata “Civis”
ini dalam bahasa Inggris timbul kata ”Civic”
artinya mengenai warga negara atau kewarganegaraan. Dari kata “Civic” lahir kata “Civics”, ilmu kewarganegaraan dan Civic Education, Pendidikan Kewarganegaraan.
Pelajaran Civics mulai diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun
1790 dalam rangka “mengamerikakan bangsa Amerika” atau yang terkenal dengan
nama “Theory of Americanization”.
Sebab seperti diketahui, bangsa Amerika berasal dari berbagai bangsa yang
datang di Amerika Serikat dan untuk menyatukan menjadi bangsa Amerika maka
perlu diajarkan Civics bagi warga
negara Amerika Serikat. Dalam taraf tersebut, pelajaran Civics membicarakan masalah ”government”,
hak dan kewajiban warga negara dan Civics
merupakan bagian dari ilmu politik.
Di Indonesia Pendidikan Kewarganegaraan yang searti dengan “Civic Education” itu dijadikan sebagai
salah satu mata kuliah wajib yang harus
ditempuh oleh setiap mahasiswa di Perguruan Tinggi untuk program
diploma/politeknik dan program Sarjana (SI), baik negeri maupun swasta.
Di dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
yang dipakai sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan tinggi pasal 39 ayat (2)
menyebutkan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan
wajib memuat a) Pendidikan Pancasila, b) Pendidikan Agama, dan c) Pendidikan
Kewarganegaraan yang mencakup Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).
Pendidikan Kewarganegaraan yang dijadikan salah satu mata kuliah inti sebagaimana tersebut di atas,
dimaksudkan untuk memberi pengertian kepada mahasiswa tentang pengetahuan dan
kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga Negara dengan nengara,
serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara sebagai bekal agar menjadi warga
negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara (SK Dirjen DIKTI
no.267/DIKTI/Kep/2000 Pasal 3).
Melihat
begitu pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan atau Civics Education ini bagi suatu Negara maka hampir di semua Negara
di dunia memasukkannya ke dalam kurikulum pendidikan yang mereka selenggarakan.
Bahkan Kongres Internasional Commission
of Jurist yang berlangsung di Bangkok pada tahun 1965, mensyaratkan bahwa
pemerintahan suatu negara baru dapat
dikatakan sebagai pemerintahan yang demokratis manakala ada jaminan secara tegas
terhadap hak-hak asasi manusia, yang salah satu di antaranya adalah Pendidikan
Kewarganegaraan atau ”Civic Education”.
Hal ini dapat dimaklumi, karena dengan dimasukkannnya ke dalam sistem
pendidikan yang mereka selenggarakan, diharapkan warga negaranya akan menjadi
warga negara yang cerdas dan warga negara yang baik (smart and good citizen), yang mengetahui dan menyadari sepenuhnya
akan hak-haknya sebagai warga negara,
sekaligus tahu dan penuh tanggung jawab akan kewajiban dirinya terhadap
keselamatan bangsa dan negaranya. Dengan demikian diberikannya Pendidikan
Kewarganegaraan akan melahirkan warga negara yang memiliki jiwa dan semanagt
patriotisme dan nasionalisme yang
tinggi.
Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan termasuk salah satu mata kuliah
Pengembangan Kepribadian (MKPK), dimana kelompok mata kuliah ini merupakan
pendidikan umum yang sifatnya sangat
fundamental/mendasar.
Mata kuliah Pengembangan
Kepribadian terdiri dari tiga komponen, yaitu:
1. Pendidikan Agama
2. Pendidikan Pancasila
3. Pendidikan Kewarganegaraan
Adapun tujuan
diberikannya MKPK ini agar para sarjana
Indonesia memiliki kualifikasi.
1. Taqwa kepada Allah -
Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha
Kuasa, bersikap dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang diyakini dan dipeluknya, serta
memiliki sikap tenggang rasa/toleransi terhadap agama/keyakinan
orang lain.
2. Berjiwa Pancasila sehingga segala
keputusan dan tindakan mencerminkan prinsip-prinsip Pancasila serta memiliki
integritas moral yang tinggi, yang senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa
dan kemanusiaan di atas kepentingan pribadi maupun golongannya.
3. Memiliki wawasan yang untuk/komprehensif
dan pendekatan yang integral dalam mensikapi
permasalahan kehidupan, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya
maupun pertahanan dan keamanan.
Adapun mata kuliah Pengembangan Kepribadian
(MKPK) diwajibkan disemua lembaga pendidikan tinggi seperti
tersebut di atas bertujuan untuk mengembangkan aspek kepribadian mahasiswa,
suatu aspek yang paling fundamental
dalam kehidupan manusia, serta menjadi dasar dan landasan bagi semua aspek
lainnya. Sementara mata kuliah lain yang dikelompokkan dalam Mata Kuliah Dasar
Keahlian (MKDK) dan Mata Kuliah Keahlian (MKK) merupakan sejumlah
mata kuliah yang dimaksudkan
untuk mengembangkan keahlian mahasiswa dalam disiplin ilmu yang dipilihnya. Dengan kata lain dikuliahkannya
MKDK dan MKK adalah dalam rangka untuk mengembangkan aspek kemampuan (abilitas) mahasiswa yang
seluruhnya bermuara pada satu tujuan agar kelak ia cakap menghadapi kehidupan yang serba menantang dan
lebih khusus lagi ia bisa dapat pekerjaan yang layak dengan penghasilan yang
memadai.
Berkaitan dengan perlunya
setiap orang mengembangkan kedua aspek
yang paling mendasar itu, yaitu aspek
kepribadian dan aspek kemampuan, kiranya patut disimak apa yang pernah diucapkan
oleh Albert Einstein bahwa ”Science
without religion is blind. Religion without science is lame”. Suatu
pengetahuan tanpa dilandasai oleh moralitas agama adalah buta. Agama tanpa
didukung oleh pengetahuan lumpuh.
Dalam ungkapan yang berbeda
namun esensinya sama, Driyarkara menyatakan bahwa dalam suatu kehidupan terdapat sekian banyak nilai, wert
atau values. Namun kalau diklasifikasikan hanya ada
dua nilai saja, yaitu nilai alat (tool) dan nilai tujuan. Driyarkara memasukkan aspek
kepribadian ini ke dalam nilai tujuan, sedang aspek kemampuan (abilitas) dimasukkannya ke dalam nilai
alat. Bagi manusia harus
dibedakan antara nilai alat dan nilai tujuan. Nilai tujuan ialah kesempurnaan
pribadi manusia. Nilai-nilai lainnya, yang hanya memuaskan atau menolong
kejasmanian manusia adalah nilai alat dan (sama sekali) bukan nilai tujuan. Agar supaya perbuatan manusia tidak menjadi kegila-gilaan, maka
nilai alat harus tetap menjadi/sebagai nilai alat, dan tidak boleh dijadikan
sebagai nilai tujuan.
1.2 Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan
Perkembangan globalisasi yang ditandai dengan kuatnya pengaruh
lembaga-lembaga kemasyarakatan internasional, negara-negara maju yang ikut
mengatur pecaturan perpolitikan, perekonomia, sosial budaya dan pertahanan
serta keamanan global. Kondisi ini akan menumbuhkan berbagai konflik kepentingan,
baik antar negara maju dengan
negara-negara berkembang, maupun antar
sesama negara-negara berkembang sendiri serta lembaga-lembaga Internasional.
Kecuali itu adanya isu-isu global yang
meliputi demokratisasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup, turut pula
mempengaruhi keadaan nasional.
Globalisasi ditandai dengan
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang informasi komunikasi dan transportasi
sehingga dunia menjadi semakin transparan, seolah-olah menjadi seperti kampung
dunia tanpa mengenal batas negara (Edy Pramono, 2004: 1-2), suatu peristiwa
yang terjadi di salah satu kawasan, seketika itu juga dapat diketahui dan
diikuti oleh mereka yang berada di kawasan lain. Cotoh: peristiwa pembunuhan
terhadap 3 orang personil UNHCR dikamp pengungsi Timor Timur di Atambua tanggal
6 September 2000 langsung tersiar di seluruh
dunia, dan mendorong Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi Nomor 1319, tanggal 9 September 2000,
dan Amerika Serikat mengenakan embargo
militer terhadap Indonesia. Ini berarti
era globalisasi itu dapat berdampak
besar, baik yang bersifat positif maupun yang
negatif. Dampak positif adalah
seperti dapat meningkatkan ksejahteraan, memberi peluang-peluang baru, sedang yang negatif adalah seperti dapat mengganggu
keamanan, memperburuk ekonomi, marginalisasi
sosial dan meningkatnya kemiskinan. Di era globalisasi juga akan
berkembangnya suatu standarisasi yang
sama dalam berbagai bidang kehidupan. Negara atau pemerintah dimanapun,
terlepas dari sistem ideologi atau sistem sosial yang dimiliki, dipertanyakan
apakah hak-hak asasi dihormati, apakah demokrasi dikembangkan, apakah kebebasan
dan keadilan dimiliki oleh setiap warganya, bagaimana lingkungan hidup
dikelola. Implikasi globalisasi menjadi semakin kompleks karena masyarakat
hidup dalam standar ganda. Di satu pihak orang ingin mempertahankan budaya lama
yang diimprovisasikan untuk melayani perkembangan baru, yang disebut dengan budaya sandingan (sub-culture). Di pihak lain muncul
tindakan-tindakan melawan terhadap perubahan-perubahan yang dirasakan sebagai
”nestapa” dari mereka yang dipinggirkan, tergeser dan tergusur, tidak terlayani
oleh masyarakatnya, yang disebut sebagai budaya tandingan (counter- culture). Ini
berarti globalisasi juga akan menciptakan struktur baru, yaitu struktur global.
Kondisi ini akan mempengaruhi struktur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
serta akan mempengaruhi juga dalam pola
pikir, sikap dan tindakan masyarakat di Indonesia sehingga akan mempengaruhi
kondisi mental spiritual bangsa
Indonesia.
Perjalanan panjang sejarah
bangsa Indonesia yang dimulai sejak era
sebelum dan selama penjajahan, kemudian dilanjutkan dengan era perebutan dan
mempertahankan kemerdekaan sampai denganera pengisian kemerdekaan, menimbulkan
kondisi dan tuntutan yang berbeda sesuai dengan zamannya. Kondisi dan tuntutan
yang berbeda tersebut ditanggapi oleh
bangsa Indonesia berdasarkan kesamaan nilai-nilai perjuangan bangsa yang senantiasa
tumbuh dan berkembang. Kesamaan
nilai-nilai ini dilandasi oleh jiwa,
tekad, dan semangat kebangsaan. Kesemuanya tumbuh menjadi kekuatan yang mampu mendorong proses terwujudnya Negara
Kesatuan Republik Indonesia dalam wadah Nusantara.
Semangat perjuangan bangsa
yang tak kenal menyerah telah terbukti pada perang kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Semangat perjuangan bangsa tersebut dilandasi oleh keimanan serta ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan keihklasan untuk berkorban. Landasan perjuangan
tersebut merupakan nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia, yang telah
melahirkan kekuatan yang luar biasa pada masa perjuangan fisik. Sedang dalam
menghadapi globalisasi dan menatap masa depan untuk mengisi kemerdekaan, kita
memerlukan perjuangan non fisik sesuai dengan bidang profesi masing-masing. Perjuangan ini pun perlu dilandasi oleh nilai-nilai
perjuangan bangsa Indonesia juga, sehingga kita tetap memiliki wawasan dan
kesadaran bernegara, sikap dan perilaku yang cinta tanah air, dan mengutamakan
persatuan serta kesatuan negara dalam rangka bela negara demi tetap utuh dan
tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perjuangan secara fisik yang
sesuai bidang masing-masing tersebut memerlukan sarana kegiatan pendidikan bagi
setiap warga negara Indonesia pada umumnya dan mahasiswa sebagai calon cendekiawan
pada khususnya, yaitu melalui Pendidikan
Kewarganegaraan. Sebab Pendidikan Kewarganegaraan adalah merupakan usaha untuk
membekali peserta didik dengan kemampuan dan pengetahuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan
negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) agar dapat menjadi warga
negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negaranya. Jadi tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan adalah untuk membekali peserta didik dengan kemampuan dan
pengetahuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara. Oleh karena itu dalam
pengajarannya perlu dijelaskan bagaimana
bentuk hubungan antara warga negara yang
sehat, positif, dan dapat diandalkan.
1.3
Kompetensi yang Diharapkan dari Pendidikan
Kewarganegaraan
Menurut Keputusan Dirjen Dikti
No.267/Dikti/Kep/2000, antara lain dinyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan
dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta Pendidikan
Pendahuluan Bela Negara (PPBN) agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan
oleh bangsa dan negara.
Kompetensi diartikan sebagai
seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggung jawab yang harus dimiliki oleh
seseorang sebagai syarat untuk dapat
dianggap maupun melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu.
Sedang komptensi lulusan Pendidikan Kewarganegaraan adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggungjawab
warga negara dalam hubungan dengan negara dan memecahkan berbagai masalah hidup
bermasyarakat, berbangsa, wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Yang
dimaksud dengan cerdas adalah tampak
pada kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dalam bertindak. Sedang sifat
tanggung jawab diperlihatkan sebagai
kebenaran tidakan ditilik dari nilai ilmu pengetahuan dan teknologi
serta etika ajaran agama dan budaya. Oleh karen aitu maka Pendidikan Kewarganegaraan yang berhasil
akan membuahkan sikap mental yang bersifat cerdas dan penuh rasa tanggung jawab dari mahasiswa dengan beberapa
perilaku, yaitu:
1. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah bangsa Indonesia.
2. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
Indonesia.
3. Bersikap rasional, dinamis dan sadar akan
hak dan kewajiban sebagai warga negara.
4. Bersifat profesional yang dijiwai oleh
kesadaran bela negara.
5. Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.
Melalui Pendidikan
Kewarganegaraan, warga negara NKRI diharapkan mampu memahami, menganalisis dan
menjawab masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, bangsa dan negaranya secara
berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasionalnya
sebagaimana yang digariskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam
mengisi kemerdekaan dan menghadapi
globalisasi setiap warga negara NKRI pada umumnya dan mahasiswa pada
khususnya harus tetap pada jati dirinya yang berjiwa patriotik dan cinta tanah
air di dalam perjuangan non fisik sesuai dengan profesi masing-masing di dalam
semua aspek kehidupan.
1.3
Pengertian dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
1.3.1
Pengertian pendidikan kewarganegaraan
Dalam UU No.2 Tahun 1989,
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 39, ayat 2 dinyatakan bahwa isi kurikulum setiap jenis,
jalur dan jenjang pendidikan wajib
memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Materi pokok dari Pendidikan
Kewarganegaraan adalah tentang hubungan
antara warga negara dan negara serta
Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN). Di Perguruan Tinggi Pendidikan
Kewarganegaraan diejawantahkan salah satunya melalui mata kuliah Pendidikan
Kewiraan yang diimplementasikan sejak UU
No.2/1989 diberlakukan sampai rezim orde baru runtuh.
Pendidikan Kewiraan lebih
menekankan pada Pendidikan Pendahuluan Bela Negara. Adapun yang dimaksud dengan
Bela Negara adalah tekad, sikap dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut
yang dilandasai oleh kecintaan pada
tanah air serta kesadaran hidup
berbangsa dan bernegara. Bagi bangsa Indonesia, usaha bela negara dilandasi
oleh kecintaan pada tanah air (wilayah nusantara) dan kesadaran berbangsa dan
bernegara Indonesia dengan keyakinan pada Pancasila sebagai dasar negara serta
berpijak pada UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
Adapun wujud dari usaha bela
negara yang dimaksud adalah kesiapan dan kerelaan dari setiap warga negara untuk berkorban demi mempertahankan
kemerdekaan, kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, keutuhan
wilayah nusantara dan yuridiksi nasional serta nilai-nilai Pancasila dan UUD
1945.
Seiring
dengan perkembangan dan perubahan politik
dari era otoriterian ke era demokratisasi, Pendidikan Kewarganegaraan
melalui mata kuliah Pendidikan Kewiraan dianggap sudah tidak relevan lagi
dengan semangat reformasi dan demokratisasi, maka Pendidikan Kewiraan
ditinggalkan karena beberapa alasan,
antara lalin karena pola pembelajaran bersifat indoktrinatif dan monolitik,
materi pembelajarannya sarat dengan
kepentingan ideologi rezim (orde baru), kecuali itu juga mengabaikan dimensi
efeksi dan psikomotor. Dengan demikian jelas sekali Pendidikan Kewiraan telah
keluar dari semangat dan hakikat Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan
nilai dan pendidikan demokrasi (Tim ICCE UIN, 2003: 3-4). Pendidikan
Kewarganegaraan seharusnya menitikberatkan perhatian pada kemampuan penalaran
ilmiah yang kognitif dan afektif tentang
bela negara dalam rangka ketahanan nasional.
Dengan adanya penyempurnaan
kurikulum pada tahun 2000, materi pendidikan kewiraan disamping membahas tentang PPBN juga ditambah dengan pembahasan tentang hubungan antara warga negara dengan
negara. Kemudian sebutan Pendidikan Kewiraan diganti dengan Pendidikan
Kewarganegaraan, yang menurut Keputusan Dirjen Dikti No.267/Dikti/ Kep/2000,
mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara
(PPBN) merupakan salah satu komponen yang
tidak dapat dipisahkan dari kelompok mata kuliah Pengembangan Kepribadian
(MKPK) dalam susunan kurikulum inti Perguruan Tinggi di Indonesia.
Sedang yang dimaksud dengan
pendidikan sebagaimana terdapat dalam UU No.2/1989 tentang sistem pendidikan
nasional, Bab I, ayat (7) adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan dan/ atau latihan bagi perannya di masa mendatang.
Kewarganegaraan berasal dari
kata dasar ”warga”, berarti sekelompok orang yang menjadi anggota suatu negara.
Warga negara adalah rakyat yang menetap di suatu wilayah dan rakyat tertentu
dalam hubungannya dengan negara. Setelah
mendapat awalan ke dan akhiran an menjadi Kewarganegaraan maka dia mempunyai
arti kesadaran dan kecintaan serta berani
membela bangsa dan negara. Dengan demikian maka yang dimaksud dengan
Pendidikan Kewarganegaraan adalah usaha
sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan dan atau
latihan dalam rangka mengembangkan atau menumbuhkan kesadaran, kecintaan,
kesetiaan dan keberaniannya untuk berkorban demi membela bangsa dan negaranya.
1.3.2
Tujuan pendidikan kewarganegaraan
Berdasarkan Keputusan
Dirjen Dikti No.267/Dikti/2000, tujuan
Pendidikan Kewarganegaraan adalah:
a. Tujuan umum
Memberikan
pengetahuan dan kemampuan dasara kepada mahasiswa mengenai hubungan antara
warga negara dengan negara serta
Pendidikan Pendahuluan Bela Negara agar dapat menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan
negara.
b. Tujuan khusus
1. Agar mahasiswa dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara
santun, jujur dan demokratis serta ikhlas sebagai warga negara Republik
Indonesia yang terdidik dan bertanggungjawab.
2. Agar mahasiswa menguasai dan memahami berbagai masalah dasar dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta dapat mengatasinya dengan pemikiran
kritis dan bertanggungjawab yang berlandaskan Pancasila, wawasan nusantara dan
ketahanan nasional.
3. Agar mahasiswa memiliki sikap dan perilaku
yang sesuai dengan nilai-nilai
kejuangan, cinta tanah air serta rela berkorban
bagi nusa dan bangsa.
1.4 Landasan Pendidikan
Kewarganegaraan
1.4.1 Landasan ilmiah
a. Dasar Pemikiran Pendidikan
Kewarganegaraan
Setiap
warga negara dituntut untuk hidup berguna (berkaitan dengan kemampuan kognitif
dan psikomotorik) bagi negara dan bangsanya, serta mampu mengantisipasi masa
depan mereka yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan kontkes dinamika
budaya, bangsa, negara dan hubungan internasional. Pendidikan Tinggi tidak
dapat mengabaikan realitas global tersebut yang digambarkan sebagai kehidupan
yang penuh paradoks dan ketakterdugaan itu. Untuk itu
kepada setiap warga negara diperlukan adanya pembekalan ilmu pengetahuan dan
teknologi dan seni (ipteks) yang berlandaskan nilai-nilai budaya bangsa. Nilai-nilai budaya bangsa tersebut berperan sebagai
panduan dan pegangan hidup bagi setiap warga negara. Pokok bahasan Pendidikan
Kewarganegaraan meliputi hubungan antara warga
negara serta pendidikan pendahuluan bela negara, yang semua itu berpijak
pada budaya bangsa. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa tujuan utama dari
pendidikan kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran
bernegara serta membentuk sikap dan perilaku yang cinta tanah air yang
bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional
dalam diri para mahasiswa yang calon sarjana/ilmuan warga negara kesatuan
republik indonesia yang sedang mengkaji dan akan menguasai IPTEK dan seni.
Sebab kualitas warga negara yang baik adalah sangat ditentukan terutama oleh
keyakinan dan sikap hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
disamping derajat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dipelajarinya.
b. Objek Pembahasan Pendidikan Kewarganegaraan
Setiap ilmu harus memenuhi syarat-syarat ilmiah,
yaitu berobjek, mempunyai metode, sistematis dan bersifat universal. Objek
pengetahuan ilmu yang ilmiah itu harus jelas baik material maupun formalnya.
Objek material adalah bidang sasaran yang
dibahas dan dikaji oleh suatu bidang atau cabang ilmu. Sedang objek
formal sudut pandang tertentu yang dipilih atau yang dijadikan ciri untuk
membahas objek material tersebut.
Objek material dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah segal ahal
yang berkaitan dengan warga negara baik
yang empirik maupun yang non empirik, yang
berupa wawasan, sikap dan perilaku warga negara dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Sedang objek formalnya adalah mencakup dua segi,
yaitu:
1. Segi hubungan antara warga negara dengan negara (termasuk
hubungan antara warga negara).
2. Segi pembelaan negara.
Objek
pembahasan Pendidikan Kewarganegaraan menurut Keputusan Dirjen Pendidikan
Tinggi No.267/Dikti/Kep/2000, pokok-pokoknya adalah sebagai berikut:
1. Pengantar Pendidikan
Kewarganegaraan, mencakup:
a. Hak dan kewajiban warga Negara.
b.
Pendidikan Pendahuluan Bela Negara.
c.
Demokrasi
Indonesia.
d.
Hak asasi manusia.
2. Wawasan nusantara.
3. Ketahanan nasional.
4. Politik dan strategi nasional.
c. Rumpun Keilmuan
Pendidikan Kewarganegaraan (Kewiraan) disejajarkan
Civics Education yang dikenal di berbagai Negara. Sebagai bidang studi ilmiah
Pendidikan Kewarganegaraan bersifat interdisipliner bukan monodisipliner,
karena kumpulan pengetahuan yang
membangun ilmu Kewarganegaraan
ini diambil dari berbagai disiplin ilmu. Maka dalam upaya pembahasan dan
pengembangannyapun perlu dibantu oleh disiplin ilmu-ilmu yang lain seperti:
ilmu hukum, ilmu politik, sosiologi, administrasi negara, ilmu
ekonomi pembangunan, sejarah perjuangan
bangsa dan ilmu filsafat.
1.4.2
Landasan hukum
a. Undang-Undang Dasar 1945
1. Pembukaan UUD 1945 alenia ke dua tentang
cita-cita mengisi kemerdekaan, dan alinea ke empat khususnya tentang tujuan
negara.
2. Pasal 30 ayat (1), Tiap-tiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta alam usaha pembelaan negara.
3. Pasal 31 ayat (1), Tiap-tiap warga negara
berhak mendapatkan pengajaran.
b. Undang-Undang Nomor 20 tahun 1982
Undang-Undang
No.20/1982 adalah tentang ketentuan-ketentuan pokok Pertahanan Kemanan Negara
Republik Indonesia.
1. Pasal 18 Hak dan kewajiban warga negara yang diwujudkan dengan keikutsertaan
dalam upaya bela negara diselenggarakan melalui Pendidikan Pendahuluan Bela
Negara sebagai bagian tidak terpisahkan dalam sistem pendidikan nasional.
2. Pasal 19,
ayat (2) Pendidikan Pendahuluan Bela Negara wajib diikuti oleh setiap warga
negara dan dilaksanakan secara bertahap, yaitu:
a. Tahap awal pada pendidikan tingkat dasar
sampai menengah dan dalam gerakan pramuka.
b. Sikap lanjutan dalam bentuk Pendidikan
Kewiraan pada tingkat Pendidikan Tinggi.
c. Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989
Undang-Undang
No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa:
”Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan
dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dan negara serta Pendidikan
Pendahuluan Bela Negara (PPBN) agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan
oleh bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
1.4.3 Landasan ideal
Landasan ideal Pendidikan
Kewarganegaraan yang sekaligus menjadi jiwa dikembangkannya Pendidikan
Kewarganegaraan adalah Pancasila. Pancasila sebagai sistem filsafat menjiwai
semua konsep ajaran Kewarganegaraan, yang dalam sistematikanya dibedakan atas
tiga hal, yaitu: Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa, Pancasila sebagai ideologi negara. Ketiga hal ini hanya dapat
dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan sebagai kesatuan.
a. Pancasila sebagai Dasar Negara
Pancasila sebagai dasar negara
merupakan dasar pemikiran tindakan negara dan menjadi sumber dari segala sumber
hukum negara Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara pola pelaksanaanya
terpancar dalam empat pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, dan selanjutnya dijabarkan dalam
pasal-pasal UUD 1945 sebagai strategi
pelaksanaan Pancasila sebagai dasar negara.
Pokok pikiran pertama yaitu pokok pikiran persatuan yang berfungsi
sebagai dasar negara (dalam kesatuan organis) merupakan landasan dirumuskannya
wawasan nusantara, dan pokok pikiran kedua, yaitu pokok pikiran keadilan sosial
yang berfungsi sebagai tujuan negara
(dalam kesatuan organis) merupakan tujuan wawasan nusantara.
Tujuan negara dijabarkan
langsung dalam Pembukaan UUD 1945 alenia IV, yaitu tujuan berhubungan dengan segi keamanan dan
segi kesejahteraan dan tujuan berhubungan dengan segi ketertiban dunia.
Berdasarkan landasan itu maka
wawasan nusantara pada dasarnya adalah sebagai perwujudan nilai sila-sila
Pancasila di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
b. Pancasila sebagai Pandangan Hidup
Pancasila sebagai pandangan
hidup merupakan kristalisasi nilai-nilai lihur yang diyakini kebenarannya. Perwujudan nilai-nilai luhur Pancasila terkandung juga
dalam wawasan nusantara, demi
terwujudnya ketahanan nasional. Dengan demikian ketahanan nasional itu
disusun dan dikembangkan juga tidak boleh lepas dari wawasan nusantara.
Perwujudan nilai-nilai
Pancasila mencakup lima bidang kehidupan nasional, yaitu bidang ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya dan landasan, yang disingkat dengan (poleksosbud
Han-Kam), yang menjadi dasar
pemerintahan ketahanan nasional. Dari
lima bidang kehidupan nasional itu bidang ideologilah yang menjadi landasan
dasar, berupa Pancasila sebagai pandangan hidup yang menjiwai empat bidang yang lainnya.
Dasar pemikiran ketahanan
nasional di samping lima bidang kehidupan nasional tersebut yang merupakan
aspek sosial pancagatra didukung pula adanya dasar pemikiran aspek alamiah triagatra.
c. Pancasila sebagai Ideologi Negara
Pancasila sebagai ideologi negara merupakan kesatuan
konsep-konsep dasar yang memberikan arah dan tujuan menuju pencapaian cita-cita
bangsa dan negara. Cita-cita bangsa dan negara yang berdasarkan Pancasila itu
terpancar melalui alinea ke dua Pembukaan UUD 1945, merupakan cita-cita
untuk mengisi kemerdekaan, yaitu:
bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Bersatu merupakan bekal untuk mencapai tujuan
masyarakat adil dan makmur, dengan sistem berdaulat.
Cita-cita mengisi kemerdekaan
untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur harus diisi dengan pembangunan
nasional, tanpa pembangunan nasional cita-cita bangsa untuk mengisi kemerdekaan
tidak akan terwujud.
Sebagai perbandingan, di
beberapa negara juga dikembangkan materi Pendidikan Umum/General
Education/Humanities) sebagai pembekalan nilai
yang mendasari sikap dan perilaku
warga negaranya.
1.
Amerika Serikat: History, Humanity, dan Philosophy.
2.
Jepang: Japanese
History, Ethics, dan Philosophy.
3.
Filipina: Philipino, Family Planning, Taxation and Land
Reform, the Philiphine New Constitution, dan studi of Human Rights.
Sumber
: Wikipedia
Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar