KONSEP DEMOKRASI
Demokrasi
menjadi pembicaraan yang sedang aktual di akhir abad ke-20 ini. bukan hanya di
kalangan akademisi dan praktisi politik saja, tetapi pers pun ikut membangun
konsep demokrasi di Indonesia. Itulah sebabnya mengapa demokrasi menjadi kajian
yang menarik baik di kampus, seminar diskusi maupun di kantor-kantor. Hal
tersebut dapat mendorong tumbuhnya kesadaran tentang demokrasi secara bersamaan
di kalangan masyarakat, atau dapat dikatakan bahwa telah terjadi kesadaran
secara kolektif tentang demokratisasi.
Secara
etimotogi demokrasi berasal dari kata demos yang berarti rakyat dan kratos
atau kratein yang berarti kekuasaan. Jadi demokrasi adalah
‘kekuasaan rakyat”. Sukarna mengutip
pendapat Abraham Lincoln yang
menegaskan bahwa Democracy is government from the people by the people and
for the people. Dengan demikian dalam sistem demokrasi ini rakyatlah yang
memegang kekuasaan sebab pemerintahan berasal dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat.
Hal
tersebut sejalan dengan pendapat Kartini
Kantono yang mengemukakan bahwa “Demokrasi adalah kekuasaan rakyat yang
berbentuk pemerintahan dengan semua tingkatan rakyat ikut mengambil alih bagian
dalam pemerintahan”. Demokrasi sebagai suatu gejala masyarakat yang berhubungan
erat dengan perkembangan negara, mempunyai sifat yang berjenis-jenis.
Masing-masing seperti terlihat dari sudut kemasyarakatan yang ditinjaunya.
Kemudian Sukarna juga
mengemukakan pendapatnya dalam buku Demokrasi Versus Kediktatoran sebagai
berikut “Demociacy is a form government in which the will of the governed
executed (put into practice) without causing any harm to human rights” Bila
diterjemahkan demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang akan menjalankan
pemerintahannya tanpa menyebabkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Pendapat di atas menunjukkan bahwa dalam negara demokrasi dikenal adanya
pengakuan terhadap hak asasi manusia.
Demokrasi
memberikan kebebasan sepenuhnya kepada setiap individu untuk merealisasikan
diri dan mengaktualkan setiap gengsi dan bakatnya menjadi manusia utuh yang
menyadari jati dirinya. Demokrasi memberikan kebebasan penuh untuk berkarya dan
berpartisipasi dalam bidang sosial politik di tengah lingkungan sendiri sesuai
dengan fungsi dan misi hidup setiap orang. Oleh karena itu demokrasi merupakan
bentuk pemerintahan yang memungkinkan individu untuk hidup bebas dan
bertanggung jawab.
Dalam
demokrasi terkandung beberapa nilai yang ideal. Nilai-nilai demokrasi menurut Henry B. Mayo dalam bukunya Introduction
to Democratic Theory yang dikutip Miriam
Budiardjo” ... adalah nilai-nilai yang secara logika mengikuti atau timbul
dari tindak tanduk sesungguhnya dari suatu sistem demokrasi”. Sedangkan sistem
demokrasi yang dimaksud di sini adalah sistem politik yang demokratis di mana
kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh setiap wakil-wakil yang
diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang
didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam keadaan
terjaminnya kebebasan politik (A democratic political system is one in which
public policies are made on majority basis, by representatives subject to
effectif popular control at periodic elections which are conducted on the
principle of political freedom).
Uraian
di atas memperlihatkan asas-asas demokrasi sebagai suatu sistem politik. Di
samping itu demokrasi tidak hanya merupakan suatu sistem pemerintahan saja,
tetapi juga suatu gaya hidup serta tata masyarakat yang karena itu juga
mengandung unsur-unsur moril.
Ada
beberapa definisi lain tentang demokrasi menurut para ahli, diantaranya :
1) Joseph
A. Schmeter, demokrasi merupakan
suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik di mana
individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan
kompetitif atas suara rakyat.
2) Sidney
Hook, berpendapat bahwa
demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana keputusan-keputusan pemerintah
yang penting yang secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada
kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.
3) Philippe
C. Schmitter dan Terry Lynn Karl, menyatakan demokrasi sebagai suatu sistem
pemerintahanan di mana pemerintah dimintai tanggung jawab atas
tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warga negara yang bertindak
secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka
yang telah terpilih.
4) Affan
Gaffar (2000) memaknai demokrasi
dalam dua bentuk yaitu pemaknaan secara normatif (demokrasi normatif) dan
empirik (demokrasi empirik). Demokrasi normatif adalah demokrasi yang secara
ideal hendak dilakukan oleh sebuah negara. Sedangkan demokrasi empirik adalah
demokrasi yang dalam perwujudannya pada dunia politik praktis.
Dengan demikian makna demokrasi sebagai dasar hidup
bermasyarakat dan bernegara mengandung pengertian bahwa rakyatlah yang memberikan
ketentuan dalam masalah-masalah mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai
kebijakan negara, karena kebijakan tersebut akan menentukan kehidupan rakyat.
Sejarah dan Perkembangan Demokrasi
Pemahaman
demokrasi modern berasal dari adanya beragam kepentingan individu. Dalam upaya
mencapai kepentingan-kepentingan tersebut, harus ada wadah bersama yang
menetapkan dan menentukan langkah-langkah mewujudkan kepentingan bersama
tersebut. Wadah itu dibentuk melalui kontrak sosial yang dipelopori oleh teori
dari John Locke dan JJ. Rosseau. Kontrak sosial dapat
terwujud melalui 2 tahap/cara, yakni:
a. Perjanjian
Masyarakat, yaitu perjanjian antar individu untuk membentuk masyarakat.
b. Perjanjian
Pemerintah, yaitu perjanjian antar masyarakat untuk membentuk pemerintahan.
Apabila
yang berkuasa dalam suatu negara adalah rakyat maka akan lahir negara
demokrasi. Salah satu prinsip dalam kontrak sosial adalah demokrasi, di mana
kekuasaan tertinggi (kedaulatan) berada di tangan rakyat walaupun sudah
dibagi-bagi kekuasaannya. Dengan demikian, demokrasi sebagai sistem
pemerintahan memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Pemerintah atas nama dan bertanggung jawab kepada rakyat.
b. Pemerintah oleh, dari, dan untuk rakyat.
c. Tidak ada hak prerogatif individu, dalam arti tidak ada
individu yang memiliki hak yang lebih utama/tinggi dibandingkan individu
lainnya.
d. Pemerintahan dijalankan atas kehendak masyarakat tanpa
mengabaikan hak.
Negara
sebagai suatu organisasi kekuasaan pemerintah meliputi 3 komponen utama yakni
penguasa, hubungan kekuasaan, dan kuasaan (rakyat). Dalam demokrasi, hubungan
kekuasaan ini tidak berlangsung secara bebas mutlak karena kekuasaan pemerintah
dibatasi oleh konstitusi (UUD). Konstitusi berfungsi sebagai hukum dasar yang mengatur
hubungan kekuasaan dalam negara. Karena bersumber dari konstitusi, maka
ciri-ciri pemerintahan dengan demokrasi konstitusional adalah :
1) Pemisahan/pembagian fungsi kekuasaan.
2) Pemisahan/pembagian lembaga.
3) Jaminan HAM.
4) Rule of law, dalam arti adanya supremasi hukum, persamaan dalam hukum, dan kontrol
sosial.
Nilai-nilai Demokrasi
Demokrasi
didasari oleh beberapa nilai (values). Henry B. Mayo memperinci nilai-nilai ini, dengan catatan bahwa
perincian ini tidak berarti setiap masyarakat demokratis menganut semua nilai,
namun bergantung kepada perkembangan sejarah serta budaya politik
masing-masing. Nilai-nilai tersebut adalah:
1. Menyelesaikan perselisihan dengan cara damai dan secara
melembaga ( institutionalized peaceful settlement of conflic);
2. Menyelenggarakan pergantian pemimpin/penguasaan secara
teratur (orderly succession of rules);
3. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum (minimum
of coerdon);
4. Mengakui dan menganggap wajar adanya keanekaragaman (diversity);
5. Menjamin tegaknya keadilan;
6. Menjamin adanya kebebasan-kebebasan dalam sistem
demokrasi.
Apabila kita terapkan nilai-nilai tersebut di Indonesia,
maka nilai-nilai itu tidak boleh terlepas dari sila-sila Pancasila dan secara
operasional sesuai dengan pasal-pasal Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, sebab
demokrasi yang dianut oleh bangsa Indonesia adalah Demokrasi Pancasila.
Dalam setiap masyarakat terdapat perbedaan pendapat serta
kepentingan yang terkadang menimbulkan perselisihan. Perselisihan-perselisihan
ini diselesaikan melalui perundingan serta dialog terbuka dalam usaha untuk
mencapai kompromi, konsensus atau mufakat. Hal ini sesuai dengan sila keempat
dan tercermin pada pasal 1,2, 3, 4, 15 dan 17 UUD 1945.
Pergantian pemimpin/penguasa di Indonesia melalui pemilu
sudah pula mencerminkan sikap yang demokratis, sebab pergantian atas dasar
keturunan atau pengangkatan diri sendiri dianggap tidak wajar dalam suatu
sistem demokrasi. Hal ini sesuai dengan sila ketiga dan keempat Pancasila.
Semua manusia mempunyai harkat dan martabat yang sama.
Anggapan ini akan mempermudah terjaminnya pelaksanaan hak asasi manusia di
Indonesia, sehingga setiap unsur paksaan digunakan sesedikit mungkin. Golongan
minoritas yang sedikit banyak akan terkena paksaan akan lebih menerimanya kalau
diberi kesempatan untuk turut serta dalam pengambilan suatu keputusan, dengan
begitu mereka terdorong untuk memberikan dukungan dan turut bertanggung jawab.
Hal ini sesuai dengan sila kedua dan keempat Pancasila.
Mengakui dan menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam
masyarakat yang terlihat pada keanekaragaman pendapat, kepentingan dan tingkah
laku merupakan ciri masyarakat demokratis. Untuk hal ini perlu terselenggaranya
masyarakat terbuka (open society) yang akan menjamin kebebasan-kebebasan
politik. Namun, keanekaragaman ini perlu dijaga jangan sampai melampaui batas,
sebab di samping keanekaragaman diperlukan juga persatuan dan integrasi. Dalam
hubungan ini demokrasi sering disebut sebagai gaya hidup. Dalam suatu
masyarakat demokratis, pada umumnya pelanggaran terhadap keadilan jarang
terjadi, karena golongan-golongan terbesar diwakili dalam lembaga-lembaga
perwakilan.
Akhirnya, untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi ini
diperlukan beberapa lembaga seperti pemerintahan yang bertanggung jawab, suatu
dewan perwakilan yang mewakili golongan dalam masyarakat yang dipilih melalui
pemilu, organisasi politik yang menghubungkan antara para pemimpin dengan
masyarakat, pers dan media yang bebas dan bertanggung jawab sebagai wadah untuk
mengeluarkan pendapat serta sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak
asasi dan mempertahankan keadilan.
Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Dalam sejarah negara Republik Indonesia yang telah lebih
dari setengah abad, perkembangan demokrasi telah mengalami pasang surut.
Masalah pokok yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia ialah bagaimana meningkatkan
kehidupan ekonomi dan membangun kehidupan sosial dan politik yang demokrasi
dalam masyarakat yang beraneka ragam pola adat budayanya. Masalah ini berkisar
pada penyusunan suatu sistem politik dengan kepemimpinan cukup kuat untuk
melaksanakan pembangunan ekonomi serta character
and nation building, dengan partisipasi rakyat, sekaligus menghindarkan
timbulnya diktator perorangan, partai ataupun militer.
Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dibagi dalam 4 periode :
1. Periode
1945-1959, masa demokrasi
parlementer yang menonjolkan peranan parlemen serta partai-partai. Pada masa
ini kelemahan demokrasi parlementer memberi peluang untuk dominasi
partai-partai politik dan DPR. Akibatnya persatuan yang digalang selama
perjuangan melawan musuh bersama menjadi kendor dan tidak dapat dibina menjadi
kekuatan konstruktif sesudah kemerdekaan.
2. Periode
1959-1965, masa Demokrasi
Terpimpin yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional
dan lebih menampilkan beberapa aspek dari demokrasi rakyat. Masa ini ditandai
dengan dominasi presiden, terbatasnya peran partai politik, perkembangan
pengaruh komunis, dan peran ABRI sebagai unsur sosial politik, semakin luas.
3. Periode
1966-1998, masa Demokrasi
Pancasila era Orde Baru yang merupakan demokrasi konstitusional yang
menonjolkan sistem presidensial. Landasan formal periode ini adalah Pancasila,
UUD 1945 dan Ketetapan MPRS/MPR dalam rangka untuk meluruskan kembali
penyelewengan terhadap UUD 1945 yang terjadi di masa Demokrasi Terpimpin. Namun
dalam perkembangannya peran presiden semakin dominan terhadap lembaga-lembaga
negara yang lain.
4. Periode
1999-sekarang, masa Demokrasi
Pancasila era reformasi dengan berakar pada kekuatan multi partai yang berusaha
mengembalikan perimbangan kekuatan antar lembaga negara, antar eksekutif,
legislatif dan yudikatif. Pada masa ini peran partai politik kembali menonjol,
sehingga iklim demokrasi memperoleh nafas baru. Perkembangan berikutnya masih
akan kita tunggu.
BENTUK DEMOKRASI DALAM SISTEM
PEMERINTAHAN NEGARA
A. Dipandang dari bagaimana keterkaitan
antar badan atau organisasi negara dalam berhubungan,
Demokrasi dapat dibedakan dalam 3 bentuk, yaitu sebagai berikut:
1.
Demokrasi
dengan sistem Parlementer
Menurut
sistem ini ada hubungan yang erat antara badan eksekutif (pemerintah) dan badan
legislative (badan perwakilan rakyat).
Tugas
atau kekkuasan eksekutif diserahkan kepada suatu badan yang disebut kabinet
atau dewan menteri. Menteri-menteri, baik secara perorangan maupun secara
bersama-sama sebagai kabinet (dewan menteri), mempertanggungjawabkan segala
kebijaksanaan pemerintahannya kepada parlemen (badan perwakilan rakyat).
Apabila pertanggungjawaban menteri atau dewan menteri diterima oleh parlemen
maka kebijaksanaan tersebut dapat terus dilaksanakan dan dewan menteri tetap
melaksanakan tugasnya sebagai menteri. Akan tetapi, apabila pertanggungjawaban
menteri atau dewan menteri ditolak parlemen maka parlemen dapat mengeluarkan
suatu keputusan yang menyatakan tidak percaya (mosi tidak percaya) kepada
menteri yang bersangkutan atau para menteri (kabinet). Jika itu terjadi, maka
menteri atau para menteri tersebut harus mengundurkan diri. Hal ini akan
menyebabkan timbulnya krisis kabinet.
Sistem
Parlemen ini memiliki kelebihan dan kelemahan,
kelebihannya,
rakyat dapat menjalankan fungsi pengewasan dan peranannya dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara,
kelemahannya,
kedudukan badan eksekutif tidak stabil, selalu terancam adanya penghentian
ditengah jalan karena adanya mosi tidak percaya dari badan perwakilan rakyat
sehingga terjadi krisis kabinet.
Akibatnya,
pemerintah tidak dapat menyelesaikan program-program yang telah direncanakan.
2. Demokrasi dengan sistem
pemisahan kekuasaan
Dalam
sistem ini, hubungan antara badan eksekutif dan badan legislative dapat
dikatakan tidak ada. Pemisahan yang tegas antara kekuasaan eksekutif
(pemerintah) dan legislative (badan perwakilan rakyat) ini mengingatkan kita
pada ajaran dari Montesquie yang dikenal dengan ajaran Trias Politika.
Menurut
ajaran Trias Politika, kekeuasaan negra dibagi menjadi tiga kekuasaan
yang satu sama lainnya terpisah dengan tegas. Ketiga kekuasaan tersebut ialah
sebagai berikut:
- Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat Undang-Undang.
- Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan Undang- Undang.
- Kekuasaan yudikatif, yaitu kekuassan untuk mengadili.
Dalam
system pemisahan kekuasaan, badan eksekutif atau pemerintah terdiri dari
presiden sebagai kepala pemarintahan dan dibantu oleh para menteri-menteri.
Sebagai
salah satu sistem dalam demokrasi, sistem pemisahan kekuasaan juga memiliki
kelebihan dan kelemahannya.
Kelebihannya, ada kestabilan pemerintah
karena mereka tidak dapat dijatuhkan dan dibubarkan oleh badan perwakilan
rakyat (parlemen) sehingga pemerintah dapat melaksanakan program-programnya
dengan baik,
Kelemahannya, dapat mendorong timbulnya
pemusatan kekuasaan di tangan presiden serta lemahnnya pengawasan dari rakyat.
3. Demokrasi dengan sistem
referendum
Dalam
sistem refendum (pengawasa langsung oeh rakyat) ini badan tugas legilatif
(badan perwakilan rakyat) selalu berada dalam pengawasan rakyat. Dalam hal
inipengawasannya dilaksanakan dalam bentuk refendum, yaitu pemungutan suara
langsung oleh rakyat tanpa melalui badan legilatif. Sistem ini di bagi dalam
dua kelompok, yaitu referendum obligatoire dan referendum fakultatif.
a.
Referendum obligatoire (refendum yang
wajib)
Referendum
obligatoire adalah referendum yang menentukan berlakunya suatu
undang-undang atau suatu peraturan. Artinya, suatu undang-undang baru dapat
berlaku apabila mendapat persetujuan rakyat melalui referendum atau pemungutan
suara langsung oleh rakyat tanpa melalui badan perwakilan rakyat.
b.
Referendum fakultatif (referendum yang
tidak wajib)
Referendum
fakultatif adalah refendum yang menentukan apakah suatu undang-undang yang
sedang berlaku dapat terus dipergunakan atau tidak, atau perlu ada tidaknya
perubahan-perubahan.
Demokrasi
dengan sistem pengawasan oleh rakyat ini berlaku dalam sistem pemerintahan
negara Swiss. Seperti kedua sistem sebelumnya , sistem referendum pun memiliki
kelebihan dan kelemahan.
Kelebihannnya,
rakyat dilibatkan penuh dalam pembuatan undang-undang.
Kelemahannya,
tidak semua rakyat memiliki pengetahuan yang cukup terhadap undang-undang yang
baik dan pembuatan undang-undang menjadi lebih lambat.
B.Dipandang
dari Bentuk Demokrasi Dalam Sistem
Pemerintahan Negara
Ada dua bentuk demokrasi dalam pemerintahan negara,
antara lain :
a. Pemerintahan
Monarki (monarki mutlak, monarki konstitusional, dan monarki parlementer)
·
Monarki Mutlak : Monarki yang bentuk
pemerintahan suatu negaranya dipimpin oleh raja dan bentuk kekuasaannya tidak
terbatas.
·
Monarki Konstitusional : Monarki yang bentuk
pemerintahan suatu negaranya dipimpin oleh raja namun kekuasaan raja dibatasi
oleh konstitusi.
·
Monarki Parlemen : Monarki yang bentuk
pemerintahan suatu negaranya dipimpin oleh raja namun kekuasaan yang tertinggi
berada ditangan parlemen.
b. Pemerintahan
Republik : berasal dari bahasa latin, RES
yang artinya pemerintahan dan PUBLICA yang berarti rakyat. Dengan demikian
dapat diartikan sebagai pemerintahan yang dijalankan oleh dan untuk kepentingan
orang banyak.
Menurut
John Locke kekuasaan pemerintahan negara dipisahkan
menjadi tiga yaitu :
a. Kekuasaan Legislatif
(kekuasaan untuk membuat undang–undang yang dijalankan oleh parlemen)
b. Kekuasaan
Eksekutif (kekuasaan untuk menjalankan undang-undang yang dijalankan oleh
pemerintahan)
c. Kekuasaan
Federatif (kekuasaan untuk menyatakan perang dan damai dan tindakan-tindakan
lainnya dengan luar negeri).
Sedangkan kekuasaan
Yudikatif (mengadili) merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif.
Kemudian Montesque (teori Trias Politica) menyatakan bahwa kekuasaan negara harus dibagi dan dilaksanakan oleh tiga
orang atau badan yang berbeda-beda dan terpisah satu sama lainnya (berdiri
sendiri/independent) yaitu :
a.
Badan Legislatif (kekuasaan membuat undang–undang)
b. Badan Eksekutif
(kekuasaan menjalankan undang–undang)
c. Badan Yudikatif (kekuasaan untuk mengadili
jalannya pelaksanaan undang-undang)
Sumber:
Penerbit, Ganeca
Rosyada, Dede, dkk. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani.
Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah.
Sumarsono, dkk. 2004. Pendidikan
Kewarganegaraan. Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama.
Ubaidillah, A, dkk. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani.
Jakarta: IAIN Jakarta Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar