Kamis, 28 Juni 2012

Bahasa Indonesia Sebagai Sarana Pembelajaran Budaya Bangsa


Bahasa Indonesia Sebagai Sarana Pembelajaran Budaya Bangsa
Pengajaran bahasa sering dipisahkan dari pengajaran budaya (culture), bahkan ada yang menganggap bahwa bahasa tidak ada hubungannya dengan budaya. Memang diakui bahwa budaya penting untuk dipahami oleh pemelajar bahasa, tetapi pengajarannya sering terpisah dari pengajaran bahasa. Joan Kelly Hall (2002) menyebutkan bahwa ancangan kemampuan komunikatif (communicative competence), misalnya, memang mempertimbangkan aspek budaya dalam pembelajaran bahasa dengan lebih menekankan pada penggunaan bahasa, tetapi dalam pelaksanaannya bahasa masih dianggap sebagai satu sistem homogen yang terpisah dari interaksi penutur dalam kehidupan sehari-hari.

Bahasa adalah hasil budaya suatu masyarakat yang kompleks dan aktif. Bahasa dikatakan kompleks karena di dalamnya tersimpan pemikiran-pemikiran kolektif dan semua hal yang dimiliki oleh suatu masyarakat. Bahasa dikatakan aktif karena bahasa terus berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat. Oleh karena sifatnya tersebut, bahasa adalah aspek terpenting dalam mempelajari suatu kehidupan dan kebudayaan masyarakat. Koentjaraningrat dalam bukunya Sosiolinguistik (1985), bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Artinya, kedudukan bahasa berada pada posisi subordinat di bawah kebudayaan, tetapi sangat berkaitan. Namun, beberapa pendapat lain mengatakan bahwa hubungan antara bahasa dan kebudayaan merupakan hubungan yang bersifat koordinatif, sederajat dan kedudukannya sama tinggi.

Bahasa sebagai suatu sistem komunikasi adalah suatu bagian atau subsistem dari sistem kebudayaan, bahkan dari bagian inti kebudayaan. Bahasa terlibat dalam semua aspek kebudayaan, paling sedikit dengan cara mempunyai nama atau istilah dari unsur-unsur dari semua aspek kebudayaan itu. Lebih penting lagi, kebudayaan manusia tidak akan mungkin terjadi tanpa bahasa karena bahasalah faktor yang menentukan terbentuknya kebudayaan.

Bahasa sebagai alat komunikasi yang terdiri dari sistem lambang, yang dikomposisikan pada kerangka hubungan kelompok sosial, dapat berimbas pula pada struktur interaksi kebudayaan secara menyeluruh. Antropolog Amerika Serikat Clifford Geertz dan Antropolog Perancis Claud Levi-Strauss sepakat mendefinisikan kebudayaan sebagai sebuah sistem struktur yang terdiri dari simbol-simbol, perlambang dan makna-makna yang dimiliki secara komunal atau bersama, yang dapat diidentifikasi, sekaligus bersifat publik.

Sementara itu, menurut Gorys Keraf, fungsi bahasa dalam arti luas dapat dipergunakan sebagai media komunikasi untuk menyampaikan segala perlambang kebudayaan antar anggota masyarakat. Sifat khas suatu kebudayaan memang hanya bisa dimanifestasikan dalam beberapa unsur yang terbatas dalam suatu kebudayaan, yaitu dalam bahasanya, keseniannya, dan dalam adat istiadat upacaranya. Bahasa dan budaya, sangat sarat dengan daya-daya kohesif dan saling mempengaruhi, serta boleh dikatakan bahwa masing-masing entitas yang satu tidak bisa berdiri sendiri tanpa peranan yang lain.

Pembelajaran budaya suatu masyarakat hendaknya mengutamakan unsur-unsur bahasa yang digunakan dalam masyarakat tersebut. Budaya dan bahasa merupakan dua hal yang saling berkaitan erat. Untuk belajar suatu budaya sekelompok masyarakat, seseorang harus menguasai bahasa sekelompok masyarakat tersebut. Abdul Chaer mengatakan bahwa bahasa itu bersifat unik dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakainya, maka analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain.

Manusia Indonesia mempergunakan bahasa Indonesia sebagai wahana dalam berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa adalah milik manusia. Bahasa mempunyai fungsi yang amat penting bagi manusia. Kedudukan bahasa Indonesia kini semakain mantap sebagai sarana komunikasi, baik dalam hubungan sosial maupun dalam hubungan formal. 

Bahasa Indonesia yang berperan sebagai bahasa persatuan dan bahasa resmi di wilayah Republik Indonesia sudah mulai diminati oleh penutur asing untuk dipelajari. Di luar negeri, telah banyak universitas-universitas dan lembaga pendidikan yang mengajarkan bahasa Indonesia kepada para mahasiswanya. Berdasarkan data yang tercatat di Pusat Bahasa, Bahasa Indonesia telah diajarkan kepada orang asing di berbagai lembaga, baik di dalam maupun di luar negeri. Di dalam negeri misalnya, saat ini tercatat tidak kurang dari 76 lembaga yang telah mengajarkan Bahasa Indonesia kepada penutur asing, baik di perguruan tinggi, sekolah maupun di lembaga-lembaga kursus.

Sementara di luar negeri, pengajaran Bahasa Indonesia Untuk Penutur Asing (BIPA) telah dilakukan di 46 negara, yang tersebar di seluruh benua dengan 179 lembaga penyelenggara. Lembaga-lembaga tersebut misalnya seperti perguruan tinggi, KBRI, pusat-pusat kebudayaan, sekolah Indonesia di luar negeri dan lembaga-lembaga kursus lainnya.

Walaupun demikian, saat ini sangat sedikit sekali buku-buku pelajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing yang beredar di pasaran. Selain itu, buku-buku yang sedikit tersebut juga kurang kompleks dalam memberikan gambaran yang lengkap mengenai bahasa dan budaya Indonesia. Umumnya, buku-buku yang sedikit tersebut hanya membahas hal-hal struktural kebahasaan saja. Sedikit sekali buku-buku pelajaran yang menyertakan aspek-aspek kebudayaan secara mendalam dalam pembahasan kebahasaan. Akibatnya, pembelajar memang menguasai aspek-aspek kebahasaan yang diajarkan, tetapi mereka sulit mengaplikasikannya dalam komunikasi sehari-hari karena sedikit sekali penggambaran kebudayaan mengenai latar belakang situasi penggunaan bahasa tersebut.

Perkembangan pengajaran bahasa Indonesia yang telah memasuki ranah internasional tersebut hendaknya kita sikapi dengan positif. Konten pengajaran bahasa Indonesia hendaknya bukan menyangkut hanya hal-hal struktural kebahahasaan saja, tetapi juga seharusnya mengandung hal-hal yang berkaitan dengan kebudayaan Indonesia. Hal ini disebabkan karena bahasa tidak pernah lepas dari konteks budaya dan keberadaannya selalu dibayangi oleh budaya. 

Sedemikian eratnya hubungan antara kebudayaan dan bahasa sebagai wadahnya, hingga sering terdapat kesulitan dalam menerjemahkan kata-kata dan ungkapan dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Sebagai contoh, perkataan village, dalam bahasa Inggris tidaklah sama dengan desa dalam bahasa Indonesia. Sebab konsep village dalam bahasa Inggris adalah lain sekali dari desa dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu ungkapan yang pernah di keluarkan oleh penulis asing menyebut kota Jakarta sebagai big village akan hilang maknanya jika diterjemahkan dengan ” desa yang besar”.

Hal ini menegaskan kita pada hubungan antara bahasa dan kebudayaan, yaitu bahwa kunci bagi pengertian yang mendalam atas suatu kebudayaan adalah melalui bahasanya. Semua yang di bicarakan dalam suatu bahasa, terkecuali ilmu pengetahuan yang kita anggap universal, adalah tentang hal-hal yang ada dalam kebudayaan bahasa itu. Oleh karena itu maka perlu mempelajari bahasa jika kita ingin mendalami suatu kebudayaan ialah melalui bahasanya. Bahasa itu adalah produk budaya dan sekaligus wadah penyampai kebudayaan dari masyarakat bahasa yang bersangkutan.
 
Bahasa Indonesia yang telah mulai memasuki ranah internasional-dengan mulai banyaknya dipelajari oleh penutur asing- dapat diupayakan seoptimal mungkin sebagai sarana pengembang, pendukung, dan penyampai kebudayaan Indonesia di dunia internasional. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kebudayaan bangsa melalui pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing adalah dengan cara memaksimalkan konten-konten budaya pada materi-materi pengajaran bahasa. Misalnya, dalam pelajaran membaca, materi pelajara adalah teks-teks yang sarat berisi kebudayaan-kebudayaan Indonesia yang unik dan menarik, yang tidak hanya membantu mereka dalam menguasai aspek-aspek kebahasaan dalam bahasa Indonesia, tetapi juga membuat mereka mengenal budaya Indonesia lebih jauh melalui bahasa yang mereka pelajari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar