Sabtu, 30 April 2016

SOFTSKILL TUGAS 3 . RANGKUMAN PSAK 1 TAHUN 2015



Nama : Sada Arih Tarigan
Kelas : 4EB16
NPM : 2B215102
RANGKUMAN PSAK NO. 1 TAHUN 2015
Dalam ruang lingkup terdapat entitas untuk menyajikan dan menyusun laporan keuangan yang bertujuan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. Kelalaian dalam mencatat atau kesalahan yang biasa terjadi dalam mencatat pos-pos laporan keuangan  adalah materil, baik secara sendiri maupun bersama. Materialistis tergantung pada ukuran dan sifat dari kesalahan dalam mencantumkan atau kesalahan dalam pencatatan tersebut. Ukuran sifat dari pos laporan keuangan tersebut, atau gabungan dari keduanya menjadi factor penentu. PSAK merupakan standar untuk pelaporan keuangan yang ada di Indonesia. Dijadikan sebagai pedoman bagi akuntan dalam membuat laporan keuangan
Akuntansi berbasis akrual digunakan, entitas mengakui pos-pos sebagai aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan dan beban (unsur-unsur laporan keuangan) ketika pos-pos tersebut memenuhi definisi dan kriteria pengakuan untuk unsurunsur tersebut dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Catatan atas laporan keuangan berisi informasi tambahan atas apa yang disajikan dalam laporan posisi keuangan, laporan pendapatan komprehesif, laporan laba rugi terpisah (jika disajikan), laporan perubahan equitas dan laporan arus kas. Catatan atas laporan keuangan memberikan penjelasan atau rincian dari pos-pos yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut dan informasi mengenai pospos yang tidak memenuhi kriteria pengakuan dalam laporan keuangan.
Pendapatan komprehensif lain berisi pos-pos pendapatan dan beban (termasuk penyesuaian reklasifikasi) yang tidak diakui dalam laba rugi dari laporan pendapatan komprehensif sebagaimana dipersyaratkan oleh SAK lainnya. Pemilik adalah pemegang instrumen yang diklasifikasikan sebagai ekuitas. Laba rugi adalah total pendapatan dikurangi beban, tidak termasuk komponen-komponen pendapatan komprehensif lain. Penyesuaian reklasifikasi adalah jumlah yang direklasifikasi ke bagian laba rugi periode berjalan yang sebelumnya diakui dalam pendapatan komprehensif lain pada periode berjalan atau periode sebelumnya.
Total laba rugi komprehensif adalah perubahan ekuitas selama satu periode yang dihasilkan dari transaksi dan peristiwa lainnya, selain perubahan yang dihasilkan dari transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik. Laporan keuangan menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangannta dan arus kas suatu entitas. Entitas yang laporan keuangannya selah patuh pada  Laporan keuangan menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas suatu entitas. Penyajian yang wajar mensyaratkan penyajian secara jujur dampak dari transaksi, peristiwa dan kondisi lain sesuai dengan definisi dan kriteria pengakuan aset, laibilitas, pendapatan dan beban yang diatur dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Penerapan SAK, dengan pengungkapan tambahan jika diperlukan, dianggap menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.
Ada beberapa point mengenai perubahan atau perbedaan dari amandemen PSAK 1 mengenai PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN tentang PRAKARSA PENGUNGKAPAN dengan PSAK 1 (Revisi 2014) mengenai PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN, diantaranya adalah:
1.      Mengenai materialitas dan penggabungan (paragraf 30A-31)
Hal ini tidak diatur dalam PSAK 1 (revisi 2014) namun didalam amandemen PSAK 1 ditegaskan bahwa:
  • Entitas tidak memisahkan atau menggabungkan informasi hanya untuk menghilangkan informasi yang berguna
  • Persyaratan materialitas diterapkan pada semua jenis laporan keuangan. Dimana jenis laporan keuangan antara lain laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain, laporan posisi keuangan, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas dan catatan atas laporan keuangan.
2.      Mengenai informasi yang disajikan dalam laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain (paragraf 55, 55A, 82A, 85 dan 85A-85B)
Dalam hal ini ada beberapa perbedaan dari PSAK 1 (revisi 2014) dan amandemen PSAK 1, diantaranya adalah:
  • Pada PSAK 1 (revisi 2014) tidak menetapkan bahwa penyajian pos-pos tambahan dalam laporan keuangan dapat dipisahkan, sementara pada amandemen PSAK 1 mengklarifikasi bahwa penyajian pos-pos tambahan dalam laporan keuangan dapat dipisahkan.
  • Pada PSAK 1 (revisi 2014) tidak mengatur persyaratan penyajian subtotal, sementara pada amandemen PSAK 1 menetapkan persyaratan penyajian subtotal sesuai dengan paragraf 55 dalam laporan posisi keuangan dan paragraf 85 dalam laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain, termasuk rekonsiliasi subtotal tambahan dengan subtotal yang disyaratkan oleh PSAK.
  • Pada PSAK 1 (revisi 2014) tidak menetapkan pemisahan penyajian informasi dalam bagian penghasilan komprehensif lain yang diklarifikasikan berdasarkan sifat dari entitas asosiasi dan ventura bersama yang dicatat menggunakan metode ekuitas, sementara pada amandemen PSAK 1 mengklarifikasi pemisahan informasi bagian penghasilan komprehensif lain dari entitas asosiasi dan ventura bersama yang dicatat menggunakan metode ekuitas.
3.      Mengenai struktur catatan atas laporan keuangan (paragraf 114)
Dalam hal ini, PSAK 1 (revisi 2014) menyatakan bahwa pada paragraf 115 menetapkan urutan pos-pos dalam catatan atas laporan keuangan pada kondisi tertentu. Sementara pada amandemen PSAK 1 mengklarifikasi bahwa entitas memiliki fleksibilitas terkait urutan sistematis catatan atas laporan keuangan dengan menghapus paragraf 115.
4.      Mengenai pengungkapan kebijakan akuntansi (paragraf 120)
Pada PSAK 1 (revisi 2014) paragraf 120 memberikan panduan pengungkapan kebijakan akuntansi signifikan dengan mempertimbangkan sifat kegiatan operasinya, sementara pada amandemen PSAK 1 menghapus panduan PSAK 1 (revisi 2014) paragraf 120 dalam mengidentifikasi kebijakan akuntansi signifikan.


Sabtu, 23 April 2016

HARGA TRANSFER DAN PERPAJAKAN INTERNASIONAL

Nsma     : Sada Arih Tarigan
Kelas     : 4EB16
NPM     : 2B215102
TUGAS SOFTSKILL 2



 

ExHARGA TRANSFER DAN PERPAJAKAN INTERNASIONAL

1.   KONSEP-KONSEP HARGA TRANSFER INTERNASIONAL
Harga transfer (transfer pricing) digunakan dalam penjualan persediaan baik oleh kantor pusat ke cabang-cabang maupun oleh afiliasi ke afiliasi lain dalam suatu perusahaan induk (multinasional). Disebut harga transfer internasional bila penjualan terjadi dinatra unit perusahaan dengan domisili negara berbeda. Harga transfer atas persediaan yang dikirimkan kantor pusat ke cabang dilakukan dengan mark up yang berarti ada inventory loading. Tujuannya mengalokasikan penghasilan yang wajar pada unit-unit perusahaan, efisiensi penetapan harga persediaan dan menyembunyikan marjin laba pada personil cabang. Dalam penetapan harga transfer internasional ada sejumlah variabel pengaruh yang dapat dipertimbangkan. Variabel-variabel itu dapat berupa pajak, tarif,persaingan, tingkat inflasi, nilai mata uang, pembatasan pemindahan, risiko politik, dan kepentingan sekutu joint-venture.

1.1.METODOLOGI HARGATRANSFER
Dipasar persaingan sempurna, menetapkan harga transfer atas penyerahan produki dan jasa intra perusahaan tidak masalah. Harga transfer dapat didasarkan pada biaya incremental atau harga pasar. Sayang, jarang terjadi pasar kompetitif eksternal (= diluar pasar kompetitif) untuk produk yang dikirimkan diantara entitas yang mempunyai hubungan istimewa. Pengaruh lingkungan pada harga transfer juga menimbulkan pertanyaan mengenai metodologi penetapan harga.

1.2 HARGA PASAR
            Penggunaan harga transfer dengan orientasi pasar menawarkan beberapa kebaikan. Harga pasar menunjukkan biaya kesempatan (opportunity cost) pada entitas yang mentransfer agar tidak menjual pada pasar eksternal. Dengan demikian penggunaannnya akan mendorong edisiensi sumber-sumber perusahaan yang terbatas (the firm’s scare resources). Selain dari itu, juga konsisten dengan orientasi pusat laba yang didesentralisasikan. Harga pasar membantu membedakan operasi yang menguntungkan dengan yang tidak menguntungkan dan lebih mudah untuk dipertahankan terhadap fiskus sebagai harga bersaing.
            System harga transfer berdasarkan pasar mengatasi banyak keterbatasan. Menggunakan harga pasar tidak memberi peluang bagi sesuatu perusahaan untuk menyesuaikan harga-harga dengan tujuan persaingan. Masalah yang lebih fundamental sering tidak ada pasar perantara (intermediate market) bagi produk atau jasa yang diperdagangkan. Multinasional terikat dalam transaksi yang perusahaan independen tidak melakukannya seperti memindahkan teknologi berharga yang dimiliki ke afiliasi. Hubungan transaksi di antara afiliasi dibawah pengendalian umum sering berbeda dalam cara yang fundamental dan penting dari transaksi potensial yang dapat diperbandingkan di antara pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa.

1.3 PRINSIP ARM’S LENGTH
Operasi yang terintegrasi merupakan cirri khas multinasional. Anak-anaknya berada dibawah pengawasan yang memperoleh pembagian sumber dan target. Kewajiban megumumkan penghasilan kena pajak di berbagai Negara mengharuskan multinasional mengalokasikan pendapatan dan beban diantara anak-anak perusahaan dan membentuk harga transfer untuk transaksi intra perusahaan.
Otoritas pajak di dunia telah mengembangkan harga transfer yang rumit (complicated) dan peraturan alokasi penghasilan sebagai bagian system pajak penghasilan nasional. Sebagian besar didasarkan pada prinsip arm’s length yang member harga pada transfer intra perusahaan seakan-akan terjadi di antara pihak tanpa hubungan istimewa di pasar persaingan. OECD mengidentifikasikan sejumlah metode yang luas untuk menemukan harga arm’s length. Section Undang-undang Pendapatan Internal AS memerinci metode tersebut yang meliputi;
1.      Metode Harga Bebas Yang Dapat Dibandingkan
Dalam pendekatan ini, harga transfer dibentuk dengan petunjuk harga-harga yang digunkan dalam harga di pasar bebas yang dapat dibandingkan antara perusahaan yang independen atau diantara perusahaan dan pihak ketiga yang tanpa hubungan istimewa. Ia sesuai bila harga barang-barang yang bersangkutan cukup lazim (suffiently common) dapat dibandingkan dengan  harga penjualan di pasar bebas. Produk barang-barang komoditi menggunakan metode ini untuk transaksi internal.
2.      Metode Harga Transaksi Bebas Yang Dapat Dibandingkan
Metode ini digunakan untuk mentransfer asset tak berwuju. Ia mengidentifikasi suatu ukuran tingkat royalty dengan menunjuk pada transaksi bebas yang didalamnya intangibles ditransfer. Seperti metode comparable uncontrolled price, metode ini tergantung pada harga pasar yang dapat diperbandingkan.
3.      Metode Harga Jual Kembali
Metode ini menghitung harga arm’s length dengan memulai dari harga barang yang bersangkutan yang dapat dijual kepada pembeli bebas. Marjin yang pantas untuk menutup harga pokok (expenses) dan laba normal yang kemudian dikurangkan dari harga ini untuk memperoleh harga transfer intra perusahaan. Menetapkan margin yang pantas sangat sulis bila afiliasi pembeli menambahkan nilai substansial pada barang yang ditransfer.
4.      Metode Penetapan Harga Cost Plus
Metode ini bermanfaat jika yang dikirmkan diantara afiliasi luar negeri adalah barang setengah selesai atau suatu entitas sebagai subkontraktor pada yang lain.markup ditetapkan dari (1) biaya kesalahan pembiayaan sehubungan dengan persediaan yang diekspor, piutang dan asset yang digunakan dan (2) persentase biaya pembuatan, distribusi, penyimpanan, biaya pengiriman internal dan biaya lain sehubungan dengan operasi ekspor.
5.      Metode Laba yang Dapat Diperbandingkan
Menurut pengertian umum bahwa pembayar pajak yang sama keadaannya mendapatkan pengembalian yang sama dalam jangka waktu layak. Jadi, laba intra perusahaan pada transaksi hubungan istimewa harus dapat dibandingkan dengan laba transaksi tanpa sehubungan istimewa yang terlibat dalam bisnis yang sama dengan keadaan yang sama. Pengembalian atas modal yang digunakan (return on capital employed, disingkat ROCE) adalah indicator tingkat laba utama. Berdasarkan metode ini, rasio penghasilan operasi terhadap rata-rata modal yang digunakan pada entitas standar dibandingkan dengan ROCE yang bersaangkutan
            Penggunaan metode ini memerlukan penyesuaian atas perbedaan di antara yang diperbandingkan. Factor yang memerlukan penyesuaian demikian termasuk penjualan dengan kondisi yang berbeda, perbedaan biaya modal, risiko pertukaran dan perbedaan dalam prakter pengukuran akuntansi.
6.      Metode Pembelahan Laba
Metode  ini digunakan bila tidak ada standar produk atau standar pasar. Pada hakikatnya pembelahan laba didasarkan atas laba yang dikumpulkan dalam transaksi hubungan istimewa diantara perusahaan afiliasi dengan model arm’s length. Suatu variansi pendekatan ini adalah metode pembelahan laba yang dapat diperbandinhkan dengan membagi laba yang dikumpulkan dari transaksi hubungan istimewa dengan menggunakan persentase alokasi atas laba gabungan perusahaan yang tak terkontrol dengan tipe dan aktivitas operasi yang sama.
7.      Metode lain penetapan Harga Transfer
Metodologi penetapan harga tidak harus selalu mencerminkan keadaan yang sangat mendasar, metodologi tambahan dibenarkan jika hasilnya merupakan ukuran yang lebih akurat dari harga arm’s length. Mengutip OECD dalam Choi, 2008::493):
Tidak selamanya mungkin mengevaluasi harga arm’s length yang persis dan akurat. Oleh karena itu mendokumentasikan tiap harga transfer yang digunakan dan alasan utamanya adalh penting. Ini perlu tanpa menghiraukan penguasa penetapan pajak (tax juridism) dan metode penetapan harga transfer yang mungkin dipilih. Langkah-langkah yang dapat dipertimbangkan dalam menetapkan harga transfer:
1)      Menganalisis risiko yang diasumsikan, fungsi yang dilaksanakan oleh perusahaan afiliasi dan penentu ekonomik dan hokum yang mempenagruhi penetapan harga transfer
2)      Mengidentifikasi dan menganalisis perusahaan standar (benchmark companies) dan transaksi. Dokumentasikan alasan untuk setiap penyusuanan yang dibuat
3)      Bandingkan akibat keuangan perusahaan yang diperbandingkan pada pembayar pajak
4)      Jika transaksi yang diperbandingkan tersedia, catat kesamaan dan perbedaannya dengan transaksi pembayar pajak
5)      Dokumentasikan mengapa metode penetapan harga yang dipilih sebagai yang paling tepat dan mengapa metode lain tidak
6)      Mutakhirkan informasi sebelum mengajukan SPT

1.4 Kesepakatan Penetapan Harga Transfer
Karena menyadari bahawa perusahaan mulinasional menggunakan harga transfer untuk memindahkan penghasilan dan khawatir mengenai konsekuensi ekonomik dan social maka pemerintah meningkatkan pemeriksaan operasimultinasional. Pada saat yang sama ketidakjelasan dam kekompleksan peraturan penetapan harga transfer menyebabkan transaksi intra perusahaan menjadi target audit pajak. Multinasional menganggap penetapan harga transfer sebagai masalah pajak yang paling penting dan menghadapi audit atas penetapan harga taransfer didunia ini adalah kepastian yang sudah mendekat.
            Untuk mengatasi kekhawatiran bersama tersebut maka diAS pada tahun 1991 antara multinasional dengan otoritas pajak dicapi kesepakatan. Kesepakatan ini diperkenalkan sebagai Advance Pricing Agreements (APAs) ini adalah mekanisme untuk merundingkan suatu metodologi penetapan harga transfer yang mengikat bagi kedua belah pihak; di AS 3 tahun. Persetujuan ini mengurangi atau menghilangkan risiko audit penentapan harga transfer, menghemat waktu dan uang bagi multinasional dan otoritas pajak. Kini model APA telah diadopsi secara luas di Negara-negara lain.

1.5 Variable pengaruh
1.      Sudut Pandang Perpajakan
Di negara dengan pemerintah yang jeli, tujuan kebijakan harga transfer untuk merendahkan pajak penghasilan perseroan tidak tercapai. Pemerintah dapat mengeluarkan peraturan untuk mencegahnya seperti di AS ada bagian 482 Undang-undang Pendapatan Internal. Disini dipersyaratkan keharusan transfer transfer antar perusahaan afiliasi didasarkan pada harga persaingan (arm’s length price). Indonesia yang menerima banyak investor terutama dibidang manufaktur yang memerlukan bahan baku/penolong dari luar sudah sepantasnya mempunyai kejelian mengenai ini.
2.      Sudut Pandang Tarif
Tarif barang-barang yang diiimpor mempengaruhi kebijakan harga transfer perusahaan multinasional. Misalnya suatu perusahaan mengekspor barang-barang ke anak perusahaan yang berdomisili di negara dengan traif pajak yang tinggi dapat menurunkan hitungan tarif dengan merendahkan harga barang yang dikirimkan ke sana.
Tambahan dalam pengidentifikasian pilihan, perusahaan multinasional harus mempertimbangkan tambahan biaya dan keuntungan baik eksternal maupun internal. Eksternal bahawa suatu MNC akan melayani tiga ototritas perpajakan: pegawai bea cukai pada negara pengimpor dan administrator PPh. Negara pengekspor dan pengimpor. Tarif tinggi yang dibayar oleh importir akan mengakibatkan basis pajak rendah untuk pajak penghasilan. Internal, perusahaan harus mengevaluasi keuntungan pajak penghasilan yang lebih rendah atau lebih tinggi di negara pengimpor terhadap bea impor lebih tinggi atau lebih rendah; juga pajak penghasilan yang potensial lebih tinggi atau lebih rendah yang dibayar oleh perusahaan di negara pengekspor.
3.      Faktor Persaingan
Persaingan merupakan gejala umum yang harus dilakukan dan dihadapi dalam pengelolaan bisnis. Induk yang ingin mendirikan anak perusahaan di luar negeri harus mengantisipasi hal ini dengan baik. Jika tidak maka anak perusahaan yang baru didirikan tidak menghasiolkan apa yang menguntungkan dan mungkin diakhiri dengan penutupannya. Oleh karena itu, melalui harga transfer, induk dapat memfasilitasi anak perusahaan dengan barang yang difaktur pada harga yang sangat rendah harga transfer yang lebih rendah dapat digunakan untuk untuk melindungi operasi yang sedang berlangsung dari efek peningkatan persaingan asing dipasar lokal atau pasar lain. Ia merupakan subsidi yang diberikan supaya anak perusahaan dapat bertahan terhadap persaingan. Dengan kata lain, laba yang diperoleh dari suatu negara dapat digunakan induk mensubsidi penetrasi ke pasar lain. Subsidi harga ini ditinjau dan dihentikan bertahap sesuai dengan kemampuan anak perusahaan tersebuut dalam memperkuat posisinya dipasar luar negeri.
Kadang-kadang harga transfer digunakan sebagai alat persaingan tak langsung untuk memperlemah pesaingan anak perusahaan. Pengaruhnya meungkin memperbaiki akses anak perusahaan luar negeri pada pasar modal lokal, membentuk harga transfer yang rendah atas inputnya dan harga transfer yang tinggi pada outputnya. Ini dapat meningkatkan penghasilan yang dilaporkan dan memperbaiki posisi keuangan. Namun, persaingan yang demikian harus diimbangi terhadap banyak offsetting yang tak menguntungkan di lingkungan. Harga-harga transfer dengan alasan persaingan dapat mengundang aksi antitrust oleh pemerintah tuan rumah atau kegiatan pemulihan oleh pesaing lokal. Ke dalam, subsidi harga berperan kecil dalam menanamkan mode berfikir yang bersaing pada menajer perusahaan yang memperoleh keuntungan dari subsidi. Apa yang dimulai sebagai bantuan sementara dapat menajdi penopang tetap manajemen.
4.      Faktor Inflasi
Karena pertimbangan persaingan mungkin kantor pusat MNC memilih ahrga transfer yang rendah pada anak perusahaan di luar negeri akan tetapi risiko kenaikan harag karena inflasi mungkin mengundang hal yang sebaliknya. Inflasi mengikis daya beli uang. Harga transfer yang tinggi pada barang dan jasa yang diberikan pada anak perusahaan yang menghadapi inflasi yang tinggi dapat menghilangkan kas anak perusahaan sebanyak mungkin.
5.      Faktor Evaluasi Kinerja
Kebijakan harga transfer juga dipengaruhi oleh pengembangan terhadap perilaku manajerial yang sering menjadi penentu utama kinerja perusahaan. Misalnya jika suatu misi afiliasi untuk mencukupkan persediaan bagi pemenuhan sistem perusahaan, harga transfer yang tepat adalah yang memungkinkan manajemen perusahaan mengatur arus laba  afiliasi yang digunakan dalam perbandingan kinerja. Namun demikian, adalah sulit bagi perusahaan yang disentralisasi untuk membentuk harga transfer intra perusahaan yang dapat (1) memotivasi manajer mengambil keputusan yang memaksimumkan laba kesatuannya setai sesuai dengan tujuan perusahaan secara kesekluruhan dan (2) menyediakan dasar yang sama untuk menilai pelaksanaan pekerja manajer dan unit perusahaan. Jika anak perusahaan bebas merundingkan harga transfer, manajer mereka tidak dapat menyelesaikan konflik mengenai apa yang terbaik untuk anak perusahaandan apa yang terbaik untuk perusahaan secara keseluruhan.
6.      Kontribusi Akuntansi
Akuntan manajemen dapat memerankan peran penting dalam mengkuantifikasikan trade off strategi harga transfer. Tantangan adalah mempertahankan pandangan global ketika memetakan keuntungan dan biaya sehubungan dengan harga transfer. Efek keputusan itu terhadap sistem perusahaan secara keseluruhanharus didahulukan.
Mengkuantifikasi jumlah trade off sulit karena pengaruh lingkungan dipertimbangkan sebagai kelompok bukan perorangan. Bandingkan misalnya kesulitan dalam mengukur pilihan yang mengelilingi kebijakan harga transfer untuk anak perusahaan yang terletak dinegara dengan pajak pengahsilan tinggi, tarif pajak impor yang tinggi, pengawasan harga, pasar modal yang kecil, inflasi kronis yang tinggi, pengawasan pertukaran luar negeri dan pemerintahan yang tidak stabil. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahawa harga transfer yang tinggi diatas barang-barang dan jasa yang disediakan untuk anak perusahaan akan merendahkan pajak penghasilan anak perusahaan dan memindahkan kas ke induk perusahaan. Meskipun demikian, harga transfer yang tinggi dapat juga berakibat pada bea impor yang tinggi, mengurangi posisi persaingan anak perusahaan, memperburuk tingkat inflasi, menimbulkan biaya modal anak perusahaan dan bahkan menyebabkan retaliasi oleh pemerintah tuan rumah untuk melindungi posisi neraca pembayaran.


2.1 Konsep-konsep perpajakan internasional

2.1         Pajak Internasional
Definisi Pajak Internasional dalam Undang-undang Pajak Penghasilan sampai detik ini belum ada. Penulis bersama dengan Bapak Sriadi Kepala Seksi Perjanjian Perpajakan Eropa, Kantor Pusat Direktorat Jendral Pajak, memberanikan diri untuk mendefinisikan tentang pengertian Pajak Internasional berdasarkan uraian sebelumnya.
“Pajak Internasional adalah kesepakatan perpajakan yang berlaku di antara negara yang mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dan pelaksanaanya dilakukan dengan niat baik sesuai dengan Konvensi Wina (Pacta Sunservanda).”
Dengan demikian peraturan perpajakan yang berlaku di Negara Indonesia terhadap badan atau orang asing menjadi tidak berlaku bilamana terdapat perjanjian bilateral (dua negara) tentang Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dengan negara asal atau penduduk asing tersebut.
Secara umum, ketentuan pajak internasional suatu negara meliputi 2 (dua) dimensi luas yaitu:
1.      Pemajakan terhadap wajib pajak dalam negeri (WPDN) atas penghasilan dari luar negri, dan
2.      Pemajakan terhadap wajib pajak luar negri (WPLN) atas penghasilan dari dalam negeri(domestik).
Dimensi pertama merujuk pada permajakan atas penghasilan luar negeri atau transaksi (ke) luar batas negara (outward, outbound transaction) karena umumnya melibatkan eksportasi modal ke manca negara sedangkan dimensi kedua menunjuk pada pemajakan ataspenghasilan domestik atau transaksi (ke) dalam batas negara (inward, inbound transaction) karena umumnya melibatkan importasi modal dari manca negara. Dalam aplikasinya pemajakan penghasilan luar negeri dilakukan oleh negara domisili (residence country), sedangkan pemajakan penghasilan domestik dilakukan oleh negara sumber (source country)

2.2  Tujuan Kebijakan Perpajakan Internasional
Setiap kebijakan tentu mempunyai tujuan khusus yang ingin dicapai, begitu juga dengan kebijakan perpajakan internasional juga mempunyai tujuan yang ingin dicapai yaitu memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi tersebut. Salah upaya untuk meminimalkan beban tersebut adalah dengan melakukan penghindaraan pajak berganda internasional.

2.3 Prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam pemajakan internasional
Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netraliats yang harus dipenuhi dalam kebijakan pemajakan internasional:
1.      Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik): Kemanapun kita berinvestasi, beban pajak yang dibayar haruslah sama. Sehingga tidak ada bedanya bila kita berinvestasi di dalam atau luar negeri. Maka jangan sampai bila berinvestasi di luar negeri, beban pajaknya lebih besar karena menanggung pajak dari dua negara. Hal ini akan melandasi UU PPh Psl 24 yang mengatur kredit pajak luar negeri.
2.      Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional): Darimanapun investasi berasal, dikenakan pajak yang sama. Sehingga baik investor dari dalam negeri atau luar negeri akan dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi di suatu negara. Hal ini melandasi hak pemajakan yang sama denagn Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) terhadap permanent establishment (PE) atau Badan Uasah Tetap (BUT) yang dapat berupa cabang perusahaan ataupun kegiatan jasa yang melewati time-test dari peraturan yang berlaku.
3.      National Neutrality: Setiap negara, mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang sama. Sehingga bila ada pajak luar negeri yang tidak bisa dikreditkan boleh dikurangkan sebagai biaya pengurang laba.

2.4        Hukum Pajak internasional                                                    
Ottmar buhler membagi Hukum Pajak Internasional dalam arti sempit dan hukum pajak internasional dalam arti luas. Hukum Pajak Internasional dalam arti sempit adalah (Agus Setiawan, 2006):
“Kaedah-kaedah norma hukum perselisihan yang didasarkan pada hukum antar bangsa (hukum internasional),”
Sedangkan hukum pajak dalam arti luas ialah:
“Kaedah-kaedah hukum antar bangsa ini ditambah peraturan nasional yang mempunyai obyek hukum perselisihan, khususnya tentang perpajakan.”
Teicher memberikan kesimpulan bahwa dalam hukum pajak internasional dalam arti luas termasuk sebagai berikut:
a)      Hukum Pajak Internasional dan Nasional
b)      Hukum yang mengatur perjanjian pajak untuk mencegah pajak ganda dan lain-lain perjanjian internasional;
c)      Bagian dari hukum antar bangsa, yaitu :
                               I.            Peraturan hukum yang mengandung soal-soal pajak dalam hukum internasional/antar bangsa yang diakui secara umum;
                            II.            Keputusan Pengadilan Internasional Den Haag yang memuat soal-soal perpajakan;
                         III.            Apa yang telah berkembang sebagai hukum pajak pada masyarakat internasional (tertentu) seperti supranationales steuerrecht.
Menurut Rosendorff, “Hukum Pajak Internasional sebagai keseluruhan Hukum Pajak Nasional dari semua negara yang ada di Dunia.”
Menurut PJA Adriani, “Hukum Pajak Internasional ialah keseluruhan peraturan yang mengatur tata tertib hukum dan yang mengatur soal penyedotan daya beli itu di masing-masing negara.”
Pengertian Hukum Pajak Internasional itu merupakan suatu pengertian yang lebih luas dari pada pengertian Pajak Ganda dan Hukum Pajak Nasional itu termasuk di dalam Hukum Pajak Internasional. Hukum Pajak Internasional merupakan suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam Undang-undang nasional mengenai :
a.       Pengenaan pajak terhadap orang-orang luar negeri;
b.      Peraturan-peraturan nasional untuk menghindari pajak ganda;
c.       Traktat-traktat.
Menurut Negara-negara Anglo Saxon, hukum Pajak Internasional dibagi sebagai berikut :
1.      Hukum Pajak Nasional mengatur Hukum Pajak Luar Negeri (National External Tax Law);
2.      Hukum Pajak Luar Negeri (Foreign Tax law);
3.      Hukum Pajak Internsional (Internasioanal Tax Law).

2.5 National External Tax Law
National External Tax Law merupakan bagian dari hukum pajak nasional yang memuat ketentuan-ketentuan mengenai pengenaan pajak yang mempunyai daya kerja sampai di luar batas-batas negara karena terdapat unsur-unsur asing, baik mengenai obyeknya (sumber ada di luar negeri) maupun mengenai subyeknya (subyek ada di Luar Negeri).

2.6 Internasional Tax Law
Internasional Tax Law dibedakan dalam arti sempit dan arti luas. Hukum Pajak Internasional dalam arti sempit merupakan keseluruhan kaedah pajak yang berdasarkan prinsip-prinsip hukum pajak yang telah lazim diterima baik oleh Negara-negara di Dunia, mempunyai tujuan mengatur soal perpajakan antara negara yang saling mempunyai kepentingan.
Sedangkan Hukum Pajak Internasional dalam arti luas adalah keseluruhan kaedah baik yang berdasarkan traktat-traktat, konvensi-konvensi, dan prinsip hukum pajak yang diterima baik oleh negara-negara di Dunia,maupun kaedah-kaedah nasional yang mempunyai sebagai obyeknya pangenaan pajak dalam mana dapat ditunjukan adanya unsur-unsur asing, hal mana mungkin dapat menimbulkan bentrokan antara dua negara atau lebih.
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat diuraikan lebih lanjut sebagai berikut :
              i.            Hukum Pajak Internasional adalah merupakan hukum yang lebih luas baik ruang lingkup, kewenangan, dan kedudukannya;
            ii.            Hukum ini mengatur perjanjian seluruh negara yang terkait satu sama lain dengan negara domisili;
          iii.            Hukum Pajak Nasional adalah merupakan bagian dari Hukum Pajak Internasional yang digunakan;
           iv.            Hukum Pajak Internasional merupakan keseluruhan hukum pajak nasional di berbagai negara, dimana hukum tersebut juga diberlakukan pada Hukum Pajak Nasional;
             v.            Hukum  Pajak Internasional dalalam arti sempit adalah Hukum Pajak Internasional yang mengatur kedua negara yang saling berkepentingan, sedangkan Hukum Pajak Internasional dalam arti luas adalah Hukum Pajak Internasional yang berlaku bagi seluruh negara.

2.6        Sumber-sumber Hukum Pajak Intenasional
Sumber-sumber Hukum Pajak Intenasional terlalu luas jika ingin kita kaji, sehingga dipersempit hanya terkait dengan Negara Indonesia, sumber-sumber hukum terebut antara lain :

 A.     Kaedah Hukum Pajak Nasional/Inilaateral yang mengandung unsur asing, antara lain:
a.          Peraturan Perpajakan Nasional yang mengatur P3B (Pasal 32 A UU PPh) tentang “Pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak.”;
b.          Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 2 UU PPh) tentang : Subjek Pajak Luar Negeri dan Bentunk Usaha Tetap (BUT);
c.          Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 2 UU PPh) tentang: Tidak Termasuk Subyek Pajak;
d.         Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 5 ayat (2) UU PPh) tentang: Peraturan Perpajakan Nasional  (Pasal 3 UU PPh) tentang: Tidak Termasuk Subyek Pajak Bentuk Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 3 UU PPh) tentang: Tidak Termasuk Subjek Pajak Usaha Tetap;
e.          Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 18 UU PPh) tentang: Hubungan Istimewa, Billamana Terdapat Ketidakwajaran dalam Perpajakan;
f.           Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 24 UU PPh) tentang: Kredit Pajak Luar Negeri;
g.          Peraturan Perpajakan Nasianal (Pasal 26 UU PPh) tentang: Pemotongan Pajak atas Subjek Pajak Luar Negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia.

B.     Kaedah-kaedah yang berasal dari traktat:
a.       Perjanjian bilateral;
b.      Perjanjanjian ini diwujudkan dengan adanya Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
c.       Perjanjian multirateral, Perjanjian ini seperti Konvensi Wina.

C. Keputusan Hakim Nasional atau Komisi Internasional tentang pajak-pajak Internasional.
Hal ini dapat diwujudkan dengan adanya putusan pengadilan pajak yang menyangkut tentang perpajakan Internasional, atau Keputusan Pengadilan internasional Den Haag yang memuat soal-soal perpajakan.
Berdasarkan Pasal 32 A Undang-undng Pajak Penghasilan, pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran Pajak Berganda dan pencegahan Pengelakan Pajak. Dalam penjelasannya, perjanjian ini dimaksudkan dalam rangka peningkatan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan negara lain diperlukan suatu perangkat hukum yang berlaku khusus (lex-spesialis) yang mengatur hak-hak pengenaan pajak dari masing-masing negara guna memberikan kepastian hukum dan menghindarkan pengenaan pajak berganda serta pengelakan pajak. Adapun bentuk dan meterinya mengacu pada Konvensi Internasional dan ketentuan lainnya serta ketentuan perpajakan nasional masing-masing negara. Atas dasar tersebut maka Negara Indonesia mengakui Konvensi Wina tahun 1961 (CD) dan 1963 (CC), dan tax treaty berbagai negara.
Menurut Rochmat Soemitro, dalam Hukum Pajak Internasional mencakup juga perjanjian bilateral perpajakan yang disebut dengan istilah “Traktat antar negara utuk mengatur soal-soal perpajakan dan dalam mana dapat ditunjukan adanya unsur-unsur asing, baik mengenai subyeknya maupun mengenai obyeknya.
Kekuasaan Negara itu tidak hanya menciptakan UU Pasal 23 ayat 2 UUD 1945, namun kekuasaan ini juga tercemin dalam mana negara mempertahankan kedaulatan negara dimana tidak ada Hukum Internasional mana atau oleh siapa yang dapat membatasi wewneng ini.
Apabila negara kita tidak tunduk dan patuh terhadap hukum internasional, maka negara kita akan diberikan sanksi secara bersama oleh negara yang mengikuti konvensi tersebut, dalam hal demikian Indonesia akan dikucilkan dalam dunia internasional dan berdampak terhadapperekonomian negara Indonesia secara keseluruhan, sehingga mau tidak mau Indonesia harus turut serta menjalankan konvensi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Gunadi. 2013. Pajak Internasional. [Internet]. Available from: http://1man1a.wordpress.com/2013/01/02/pajak-internasional/ (accessed 2 Desember 2013)
Ririnkali Sophia. 2013. Konsep Dasar Pajak Internasional. [Internet]. Available from: http://sophiaririnkali.blogspot.com/2013/05/konsep-dasar-pajak-internasional.html (accessed 2 Desember 2013)
Zebua. 2008, Akuntansi Internasional, Jakarta: MitraWacana Media jilid 1