Bahasa Indonesia Sebagai Sarana Pembelajaran Budaya
Bangsa
Pengajaran
bahasa sering dipisahkan dari pengajaran budaya (culture), bahkan ada
yang menganggap bahwa bahasa tidak ada hubungannya dengan budaya. Memang diakui
bahwa budaya penting untuk dipahami oleh pemelajar bahasa, tetapi pengajarannya
sering terpisah dari pengajaran bahasa. Joan Kelly Hall (2002) menyebutkan
bahwa ancangan kemampuan komunikatif (communicative competence),
misalnya, memang mempertimbangkan aspek budaya dalam pembelajaran bahasa dengan
lebih menekankan pada penggunaan bahasa, tetapi dalam pelaksanaannya bahasa
masih dianggap sebagai satu sistem homogen yang terpisah dari interaksi penutur
dalam kehidupan sehari-hari.
Bahasa adalah
hasil budaya suatu masyarakat yang kompleks dan aktif. Bahasa dikatakan
kompleks karena di dalamnya tersimpan pemikiran-pemikiran kolektif dan semua
hal yang dimiliki oleh suatu masyarakat. Bahasa dikatakan aktif karena bahasa
terus berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat. Oleh karena sifatnya
tersebut, bahasa adalah aspek terpenting dalam mempelajari suatu kehidupan dan
kebudayaan masyarakat. Koentjaraningrat dalam bukunya Sosiolinguistik (1985),
bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Artinya, kedudukan bahasa berada pada
posisi subordinat di bawah kebudayaan, tetapi sangat berkaitan. Namun, beberapa
pendapat lain mengatakan bahwa hubungan antara bahasa dan kebudayaan merupakan
hubungan yang bersifat koordinatif, sederajat dan kedudukannya sama tinggi.
Bahasa sebagai
suatu sistem komunikasi adalah suatu bagian atau subsistem dari sistem
kebudayaan, bahkan dari bagian inti kebudayaan. Bahasa terlibat dalam semua
aspek kebudayaan, paling sedikit dengan cara mempunyai nama atau istilah dari
unsur-unsur dari semua aspek kebudayaan itu. Lebih penting lagi, kebudayaan manusia
tidak akan mungkin terjadi tanpa bahasa karena bahasalah faktor yang menentukan
terbentuknya kebudayaan.
Bahasa sebagai
alat komunikasi yang terdiri dari sistem lambang, yang dikomposisikan pada
kerangka hubungan kelompok sosial, dapat berimbas pula pada struktur interaksi
kebudayaan secara menyeluruh. Antropolog Amerika Serikat Clifford Geertz dan
Antropolog Perancis Claud Levi-Strauss sepakat mendefinisikan kebudayaan
sebagai sebuah sistem struktur yang terdiri dari simbol-simbol, perlambang dan
makna-makna yang dimiliki secara komunal atau bersama, yang dapat
diidentifikasi, sekaligus bersifat publik.
Sementara itu,
menurut Gorys Keraf, fungsi bahasa dalam arti luas dapat dipergunakan sebagai
media komunikasi untuk menyampaikan segala perlambang kebudayaan antar anggota
masyarakat. Sifat khas suatu kebudayaan memang hanya bisa dimanifestasikan
dalam beberapa unsur yang terbatas dalam suatu kebudayaan, yaitu dalam
bahasanya, keseniannya, dan dalam adat istiadat upacaranya. Bahasa dan budaya, sangat sarat dengan daya-daya kohesif
dan saling mempengaruhi, serta boleh dikatakan bahwa masing-masing entitas yang
satu tidak bisa berdiri sendiri tanpa peranan yang lain.
Pembelajaran
budaya suatu masyarakat hendaknya mengutamakan unsur-unsur bahasa yang digunakan
dalam masyarakat tersebut. Budaya dan bahasa merupakan dua hal yang saling
berkaitan erat. Untuk belajar suatu budaya sekelompok masyarakat, seseorang
harus menguasai bahasa sekelompok masyarakat tersebut. Abdul Chaer mengatakan
bahwa bahasa itu bersifat unik dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
budaya masyarakat pemakainya, maka analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk
bahasa itu saja, tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain.
Manusia
Indonesia mempergunakan bahasa Indonesia sebagai wahana dalam berkomunikasi
dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa adalah milik manusia. Bahasa mempunyai
fungsi yang amat penting bagi manusia. Kedudukan bahasa Indonesia kini semakain
mantap sebagai sarana komunikasi, baik dalam hubungan sosial maupun dalam
hubungan formal.
Bahasa
Indonesia yang berperan sebagai bahasa persatuan dan bahasa resmi di wilayah
Republik Indonesia sudah mulai diminati oleh penutur asing untuk dipelajari. Di
luar negeri, telah banyak universitas-universitas dan lembaga pendidikan yang
mengajarkan bahasa Indonesia kepada para mahasiswanya. Berdasarkan data yang
tercatat di Pusat Bahasa, Bahasa Indonesia telah diajarkan kepada orang asing
di berbagai lembaga, baik di dalam maupun di luar negeri. Di dalam negeri
misalnya, saat ini tercatat tidak kurang dari 76 lembaga yang telah mengajarkan
Bahasa Indonesia kepada penutur asing, baik di perguruan tinggi, sekolah maupun
di lembaga-lembaga kursus.
Sementara di
luar negeri, pengajaran Bahasa Indonesia Untuk Penutur Asing (BIPA) telah dilakukan
di 46 negara, yang tersebar di seluruh benua dengan 179 lembaga penyelenggara.
Lembaga-lembaga tersebut misalnya seperti perguruan tinggi, KBRI, pusat-pusat
kebudayaan, sekolah Indonesia di luar negeri dan lembaga-lembaga kursus
lainnya.
Walaupun demikian,
saat ini sangat sedikit sekali buku-buku pelajaran bahasa Indonesia untuk
penutur asing yang beredar di pasaran. Selain itu, buku-buku yang sedikit
tersebut juga kurang kompleks dalam memberikan gambaran yang lengkap mengenai
bahasa dan budaya Indonesia. Umumnya, buku-buku yang sedikit tersebut hanya
membahas hal-hal struktural kebahasaan saja. Sedikit sekali buku-buku pelajaran
yang menyertakan aspek-aspek kebudayaan secara mendalam dalam pembahasan
kebahasaan. Akibatnya, pembelajar memang menguasai aspek-aspek kebahasaan yang
diajarkan, tetapi mereka sulit mengaplikasikannya dalam komunikasi sehari-hari
karena sedikit sekali penggambaran kebudayaan mengenai latar belakang situasi
penggunaan bahasa tersebut.
Perkembangan
pengajaran bahasa Indonesia yang telah memasuki ranah internasional tersebut
hendaknya kita sikapi dengan positif. Konten pengajaran bahasa Indonesia
hendaknya bukan menyangkut hanya hal-hal struktural kebahahasaan saja, tetapi
juga seharusnya mengandung hal-hal yang berkaitan dengan kebudayaan Indonesia.
Hal ini disebabkan karena bahasa tidak pernah lepas dari konteks budaya dan
keberadaannya selalu dibayangi oleh budaya.
Sedemikian
eratnya hubungan antara kebudayaan dan bahasa sebagai wadahnya, hingga sering
terdapat kesulitan dalam menerjemahkan kata-kata dan ungkapan dari satu bahasa
ke bahasa yang lain. Sebagai contoh, perkataan village, dalam bahasa
Inggris tidaklah sama dengan desa dalam bahasa Indonesia. Sebab konsep village
dalam bahasa Inggris adalah lain sekali dari desa dalam bahasa Indonesia. Oleh
karena itu ungkapan yang pernah di keluarkan oleh penulis asing menyebut kota
Jakarta sebagai big village akan hilang maknanya jika diterjemahkan
dengan ” desa yang besar”.
Hal ini menegaskan kita pada hubungan antara bahasa dan kebudayaan, yaitu bahwa kunci bagi pengertian yang mendalam atas suatu kebudayaan adalah melalui bahasanya. Semua yang di bicarakan dalam suatu bahasa, terkecuali ilmu pengetahuan yang kita anggap universal, adalah tentang hal-hal yang ada dalam kebudayaan bahasa itu. Oleh karena itu maka perlu mempelajari bahasa jika kita ingin mendalami suatu kebudayaan ialah melalui bahasanya. Bahasa itu adalah produk budaya dan sekaligus wadah penyampai kebudayaan dari masyarakat bahasa yang bersangkutan.
Bahasa Indonesia
yang telah mulai memasuki ranah internasional-dengan mulai banyaknya dipelajari
oleh penutur asing- dapat diupayakan seoptimal mungkin sebagai sarana
pengembang, pendukung, dan penyampai kebudayaan Indonesia di dunia
internasional. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kebudayaan
bangsa melalui pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing adalah dengan
cara memaksimalkan konten-konten budaya pada materi-materi pengajaran bahasa.
Misalnya, dalam pelajaran membaca, materi pelajara adalah teks-teks yang sarat
berisi kebudayaan-kebudayaan Indonesia yang unik dan menarik, yang tidak hanya
membantu mereka dalam menguasai aspek-aspek kebahasaan dalam bahasa Indonesia,
tetapi juga membuat mereka mengenal budaya Indonesia lebih jauh melalui bahasa
yang mereka pelajari.